Dosen Universitas Papua Manokwari Raih Gelar Doktor Kajian Budaya dengan Mengkaji Hegemoni Suku Ma’Ya
Program
Doktor (S3) Kajian Budaya kembali menggelar ujian terbuka pada hari Selasa, 16 Agustus 2021 dengan promovendus George Alexander Frans
Mentansan, S.Sos., M.Hum. Ujian dilakukan
secara daring dan disiarkan melalui kanal Youtube FIB Unud pada link
https://www.youtube.com/watch?v=zn_Jtj4LCvQ
Ujian
terbuka langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,
M.Hum. George Alexander mempertahankan
disertasi dengan judul “Hegemoni Birokrasi Terhadap Suku Ma’Ya di Kabupaten
Raja Ampat Provinsi Papua Baratâ€, dan
dinyatakan lulus dengan predikat “Sangat Memuaskan“. George Alexander menjadi doktor ke-144 di lingkungan
Fakultas Ilmu Budaya serta merupakan Doktor ke-251 di Prodi Doktor (S3) Kajian Budaya.
Hegemoni Suku Ma’Ya
Raja Ampat merupakan daerah yang hilang dan luput dari
pembangunan pariwisata namun telah menjadi salah satu wilayah pergerakan
penduduk yang cukup tinggi. Raja Ampat telah menjadi kabupaten berdasarkan
undang-undang Nomor 26 Tahun 2002.
Raja Ampat berada pada segitiga karang dunia
(Australia, Filipina, dan PNG) sehingga menjadi pusat keanekaragaman hayati
laut tropis. Namun keadaan ini menghadapi ancaman serius kerusakan akibat
perilaku tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.
Guna mengatasi ancaman ini dibentuklah kawasan
konservasi melalui praktik hegemoni LSM konservasi dan birokrasi terhadap suku
Ma’ya sebagai alat melindungi dana mengatasi kerusakan perairan. Tindakan otoritatif
dalam bentuk pengawasan, pemantauan, dan mengendalikan suku Ma’ya dalam kontrol
sosial-politik atas segala aktivitas di kawasan konservasi.
Kehadiran kawasan konservatif perairan daerah (KKPD)
Raja Ampat khususnya kawasan koservasi perairan daerah Teluk Ma’yalibit, lokasi
bermukimnya suku asli Raja Ampat menuai beragam respon hegemoni, resistensi,
dan kontra hegemoni akibat adanya budaya konservasi modern yang tidak sesuai
budaya suku Ma’ya.
Praktik hegemoni birokrasi terhadap suku Ma’ya diprakarsai oleh LSM konservasi internasional dan intelektual organik Ma’ya. Praktik hegemoni ini menghasilkan dua respon, pertama suku Ma’ya menerima hegemoni ditandai dengan adanya komitmen pembentukan dan pengembangan kawasan, kepatuhan terhadap peraturan kawasan serta partisipasi suku Ma’ya.
Kedua, suku Ma’ya
menolak hegemoni dengan melakukan perlawanan terhadap pemasangan palang pada
pos kawasan serta membentuk kawasan perikanan adat dan perjuangan memperoleh
Peraturan Bupati No. 8 Tahun 2017.
Makna Disertasi
Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A., selaku promotor
menyampaikan selamat kepada Dr. George Alexander atas hasil dari kerja kerasnya
selama ini.
“Hal menarik dari kajian ini adalah objek penelitian
yang merupakan kawasan penting di wilayah Asia Pasifik. Kajian-kajian di
wilayah ini masih banyak didominasi oleh orang-orang asing, sangat jarang orang
lokal melakukan penelitian serius di wilayah ini,†ungkap Prof. Ardhana.
Ke depan, kajian terhadap wilayah Timur perlu
dikembangkan serius oleh FIB Unud, sehingga dapat menjadi salah satu ciri
unggulan FIB Unud. (GP)
UDAYANA UNIVERSITY