FIB DigiTalk 2025 ke-4: Melihat Masa Depan Aksara Bali Dengan Sentuhan Teknologi

Pada hari Jumat, 11 April 2025, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana kembali menggelar FIB DigiTalk bertajuk “Progres in the Digitisation of the Balinese Language and Script”. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting dan juga disiarkan langsung di kanal YouTube Media FIB. FIB DigiTalk ini merupakan bentuk kolaborasi antara FIB Unud dengan Centre for Interdisciplinary Research on the Humanities and Social Sciences (CIRHSS). Kegiatan yang dihadiri oleh Wakil Dekan 1 FIB Unud, Dosen, dan mahasiswa di lingkungan FIB Unud, merupakan salah satu upaya dari FIB Unud mengembangkan Humaniora Digital.

Kegiatan dibuka oleh Ketua Pelaksana FIB DigiTalk 2025, Gede Primahadi Wijaya Rajeg, Ph.D. dan diawali oleh sambutan dari Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Budaya, Dr. I Gede Oeinada, S.S., M.Hum. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa topik ini sangat relevan pada upaya pelestarian Bahasa dan aksara bali serta menjadi jembatan penghubung antara generasi muda dan warisan budaya yang ada di Bali. Pemaparan materi dipandu oleh moderator, I Made Sena Darmasetiyawan, Ph.D., yang juga memperkenalkan pembicara utama Cokorda Rai Adi Pramartha, S.T., M.M.S.I., Ph.D., dosen dari FMIPA Unud sekaligus ketua CIRHSS Unud. 

Narasumber membuka paparan dengan menjelaskan mengenai CIRHSS yang merupakan pusat riset yang fokus pada bidang Bahasa Indonesia, dokumentasi dan pembelajaran, warisan budaya, identitas dan adat istiadat, transformasi sosial budaya, serta humaniora digital. Beliau kemudian mengaitkan dengan fokus penelitiannya yang berada pada ranah humaniora digital dan pelestarian warisan budaya. Bidang ini merupakan kolaborasi antara ilmu humaniora dan komputer. Selanjutnya, beliau menjelaskan fakta bahwa Indonesia memiliki 600 lebih etnis grup dan 719 bahasa daerah (12 dari bahasa tersebut sudah punah). Ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa daerah terancam punah yaitu tidak adanya regulasi, serta sumber daya yang terbatas. Contohnya, Enggano, yang merupakan salah satu bahasa daerah yang hampir punah. 

Sementara itu, bahasa Bali sendiri juga memiliki beberapa alasan harus terus dilestarikan, di antaranya bahasa Bali yang terus digunakan oleh generasi muda, penerapan kurikulum wajib bahasa Bali di sekolah, yang mencakup penulisan dalam aksara Latin dan aksara Bali, serta keberadaan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur yang mulai diberlakukan sejak tahun 2018. Ia juga menekankan pentingnya membawa bahasa Bali ke ranah global agar dikenal secara internasional. Kurangnya sumber daya dalam pembelajaran bahasa daerah mendorong lahirnya inovasi digital berupa Keyboard dan Website Tamiang, yang diperkenalkan sebagai solusi untuk melestarikan sekaligus mempermudah penulisan aksara Bali. 

Dalam pemaparannya, beliau menekankan bahwa “kehilangan bahasa daerah berarti kehilangan budaya.” Produk ini dirancang dengan tampilan kombinasi warna dan tombol yang menarik, serta dikembangkan melalui skema kerja sama Quadruple-Helix yang melibatkan perguruan tinggi, pemerintah daerah, sektor swasta, serta masyarakat dan sekolah. Resmi diluncurkan oleh Gubernur Bali pada tahun 2021, Keyboard Tamiang ini telah hadir di sembilan kabupaten/kota dan mendapat respons positif dari masyarakat, khususnya pelajar, karena dinilai efektif dalam mendukung proses pembelajaran bahasa Bali secara digital. Peluncuran inovasi ini sempat menghadapi beberapa kendala. Namun, berkat kerja keras semua pihak, prosesnya dapat berjalan lancar dan hasilnya diterima dengan baik oleh masyarakat.

Di akhir pemaparan, beliau menegaskan bahwa setiap unsur lembaga memiliki peran penting dalam pengembangan dan pelestarian budaya melalui produk ini. Sebagai langkah lanjutan, beliau bersama rekan-rekannya berencana mengembangkan produk digital berupa kamus bahasa Bali yang diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran secara berkelanjutan. Beliau kemudian memperkenalkan salah satu project yang sedang digarap bersama tim nya yaitu pengembangan kamus bahasa Bali pada situs web berikut https://bali.cirhss.org/ yang bertujuan agar masyarakat bisa dengan mudah menerjemahkan bahasa bali. 

Selain itu, beliau juga menjelaskan riset terkini yang sedang dilaksanakan yang disebut dengan ‘Internationalized Domain Names (IDN) Using Balinese Script’ ini bekerjasama dengan ICANN dan PANDI. Produk ini bertujuan untuk memungkinkan penggunaan aksara Bali dalam alamat situs web. Inovasi ini menjadikan aksara Bali sebagai aksara pertama di Indonesia yang dapat digunakan dalam penulisan domain internet. Produk ini akan terus dikembangkan dan direncanakan segera didistribusikan ke masyarakat luas.

Sesi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Beberapa pertanyaan yang muncul seperti apakah produk Tamiang memiliki fitur auto-correct serta bagaimanakan cara mencegah terjadinya phishing pada tautan domain. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada fitur auto-correct untuk keperluan pembelajaran. Beliau juga menambahkan tantangan besar dalam penyempurnaan keyboard adalah kompleksitas aksara Bali yang memiliki posisi huruf di bagian atas, bawah, depan, dan belakang huruf dasar. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa mereka telah membuat Label Generation Rules, yaitu seperangkat aturan sebagai antisipasi terhadap masalah phishing, yang telah disetujui oleh ICANN. Setelah sesi diskusi selesai, acara kemudian ditutup dengan penyerahan sertifikat serta sesi foto bersama (AK, AP, LP).