Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Kerja Sama dengan Ubud Writers dan Readers Festival

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana bekerja sama dengan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) menggelar dua sesi acara fringe event yang menghadirkan dua penulis kenamaan Indonesia, Mhyajo dan Dr. Andreas Kurniawan. Acara ini berlangsung pada Jumat, 31 Oktober, di Fakultas Ilmu Budaya Udayana University. Melalui kegiatan ini, para peserta diajak menelusuri proses kreatif dua penulis lintas bidang mulai dari penulisan trilogi Majapahit hingga refleksi seputar humor, duka, dan kesehatan mental dalam suasana yang inspiratif dan terbuka untuk umum.


Sesi pertama dibuka dengan pengantar dari moderator, Bapak Jalu Norva, yang memantik jalannya diskusi. Pemateri pertama, Mhyajo, membagikan kisah kreatif di balik proses penulisan trilogi Majapahit yang terdiri dari Gayatri dan Gitarja. Dalam paparannya, Mhyajo mengungkap bahwa bukunya dipublikasikan dalam tiga bahasa, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jawa Kuna, serta menekankan bahwa karyanya bukan sekadar kumpulan puisi, melainkan hasil endapan sejarah yang lahir dari penelitian mendalam mengenai era kerajaan Majapahit. Ia menjelaskan bahwa setiap karyanya berawal dari riset kualitatif, mengunjungi situs-situs bersejarah, dan menelusuri berbagai referensi di perpustakaan. Proses kreatif tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan dan visualisasi yang kuat. Mhyajo juga berbagi pengalaman pribadinya saat melakukan riset, mulai dari Solo hingga Yogyakarta, di mana ia bertemu dengan para filolog Jawa Kuna dari UGM. Dari pertemuan itu, ia mendengar nama Gayatri yang menjadi momen yang disebutnya sebagai “kesetrum” dan menjadi titik jatuh cintanya pada sosok tersebut, yang kemudian menginspirasi lahirnya karya Gayatri.


Sesi kedua menghadirkan Dr. Andreas Kurniawan dengan moderator Bapak Isnan Waluyo, S.Pd., M.A., staf Program Studi Sastra Indonesia. Dalam sesi bertajuk Humour, Grief, and Mental Health, Dr. Andreas membahas refleksi dari dua karyanya, Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya dan Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring. Ia menjelaskan bahwa kedua bukunya menggunakan bahasa sederhana agar mudah dipahami dan dapat menyentuh pengalaman pembaca secara langsung. Melalui analogi mencuci piring, Dr. Andreas menekankan pentingnya mindfulness, yaitu kesadaran penuh terhadap setiap aktivitas yang dilakukan, bahkan hal kecil seperti mencuci piring bisa menjadi bentuk meditasi yang menenangkan karena mengajak seseorang hadir sepenuhnya pada momen tersebut. 


Selanjutnya, ia mengaitkan konsep tersebut dengan teori Acceptance and Commitment Therapy (ACT), filsafat Stoik, hingga paradoks The Ship of Theseus untuk menunjukkan bagaimana manusia sering kali menderita lebih banyak dalam imajinasi daripada kenyataan. Ia juga menyoroti bahwa keterikatan (attachment) sering kali menjadi sumber penderitaan, dan bahwa menghapus duka berarti juga menghapus cinta yang melahirkannya. Bagi Dr. Andreas, kunci dari penyembuhan bukanlah memperkecil luka, melainkan memperkuat wadah yang menampungnya. Kita diajak belajar menerima, memahami, dan terus tumbuh dari setiap pengalaman hidup.


Kedua sesi ini berlangsung dengan interaktif dan penuh antusiasme. Para peserta aktif mengajukan pertanyaan mendalam kepada masing-masing pemateri, menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap tema yang diangkat. Sebagai bentuk apresiasi, beberapa penanya beruntung mendapatkan buku dari narasumber. Setiap sesi ditutup dengan suasana hangat melalui sesi foto bersama antara pembicara, moderator, dan para hadirin yang menandai berakhirnya rangkaian acara yang tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga mempererat hubungan antara penulis dan pembaca dalam ruang dialog yang inspiratif.