Kuliah Umum “Open-Source and Free Software Tools for Archaeology: a State of the Art and a Focus on the archaeoViz System”

Denpasar, 10 November 2025 — Program Studi Arkeologi Universitas Udayana mengadakan Kuliah Umum bertema “Open-Source and Free Software Tools for Archaeology: a State of the Art and a Focus on the archaeoViz System.” Kuliah umum ini menghadirkan Sébastien Plutniak, Ph.D. dari University of Toulouse sebagai narasumber dan didampingi oleh I Made Agus Julianto, S.S., M.Sc. sebagai moderator. Acara ini berlangsung di Ruang Soekarno, Fakultas Ilmu Budaya, Denpasar dan dihadiri oleh mahasiswa serta sivitas akademika program studi arkeologi. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya Universitas Udayana untuk memperkuat literasi digital dalam bidang arkeologi dan mendukung penggunaan teknologi terbuka dalam riset ilmiah. Melalui kuliah umum ini, mahasiswa diperkenalkan pada pemanfaatan perangkat lunak open-source sebagai solusi efisien dan inovatif dalam pengelolaan data arkeologi.


Kuliah umum ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk memahami konsep open science, yaitu gerakan global yang mendorong keterbukaan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari pengumpulan data, analisis, hingga publikasi. Narasumber menjelaskan bahwa dalam konteks arkeologi, open science tidak hanya soal membagikan hasil penelitian, tetapi juga menciptakan ekosistem kolaboratif di mana data, peta, hingga model 3D situs arkeologi bisa diakses dan dikembangkan bersama oleh peneliti dari berbagai negara. Penerapan open science dalam bidang arkeologi dianggap mampu mempercepat inovasi dan memperluas jaringan riset internasional. Dengan dukungan platform berbasis open-source, para peneliti muda diharapkan lebih aktif berkontribusi dalam membangun basis data arkeologi yang inklusif dan berkelanjutan.


Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan bahwa perkembangan open science kini membuka babak baru bagi dunia akademik, termasuk bidang arkeologi. Melalui pendekatan ini, penelitian tidak lagi berjalan secara tertutup, melainkan menekankan kolaborasi dan keterbukaan dalam mengelola serta membagikan data. Sébastien menuturkan bahwa dengan konsep seperti semantic web dan penggunaan platform berbasis R, para peneliti kini dapat saling terhubung dan memanfaatkan bewragam kolektif data untuk memperkaya analisis dan temuan mereka.


Salah satu bagian menarik dari kuliah ini adalah pengenalan terhadap ArcheoViz, sebuah platform yang dirancang untuk mengeksplorasi dan menganalisis data spasial arkeologi secara visual dan statistik. Platform ini membantu peneliti memahami pola sebaran artefak atau struktur situs melalui tampilan interaktif, sehingga data yang sebelumnya kompleks menjadi lebih mudah diinterpretasikan. Lebih jauh, ArcheoViz kemudian dikembangkan menjadi ArcheoViz Portal, sebuah wadah yang mengintegrasikan berbagai sumber data dan mendukung kerja sama lintas penelitian. Tidak hanya berbicara soal teknologi, narasumber juga menyoroti pentingnya menerapkan prinsip keterbukaan data dalam ekosistem ArcheoViz. Menurutnya, keterbukaan bukan sekadar berbagi data, melainkan upaya membangun praktik riset yang transparan, berkelanjutan, dan dapat diakses oleh semua pihak.


Pada kuliah umum ini, mahasiswa diajak untuk melihat bahwa arkeologi di era digital menuntut kemampuan baru. Bukan hanya menggali artefak, tetapi juga mengelola informasi secara cermat dan terbuka. Kegiatan ini menjadi ruang refleksi bagi sivitas akademika untuk memahami tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan arkeologi berbasis open-source. Dengan begitu, riset arkeologi ke depan diharapkan mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan tetap relevan di tengah dunia ilmiah yang semakin terkoneksi.