FIB Unud Gelar FIB DigiTalk 2025 ke-7 Bahas Topik Analisis Bahasa Parlemen dan Pemanfaatan Data Besar untuk Studi Kualitatif
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) menggelar FIB DigiTalk yang ke-7 secara daring pada hari Selasa, 29 Juli 2025. Kegiatan diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting. FIB DigiTalk kali ini mengusung topik bahasan yang berjudul “Using Large Data Sets for Qualitative Research: Examples from Australian Federal Hansard”. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara FIB Unud dengan Centre for Interdisciplinary Research on the Humanities and Social Sciences (CIRHSS) yang bertujuan untuk mengembangkan Digital Humanities di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya. Audiens yang hadir berasal dari kalangan dosen dan mahasiswa dari berbagai jenjang, termasuk mahasiswa Program Studi Linguistik Program Doktor FIB Unud.
Agenda diawali dengan pembukaan oleh Dekan FIB Unud, Prof. I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D., dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara ini. Beliau menegaskan bahwa tema yang diangkat sangat relevan dengan arah penelitian di fakultas yang selama ini dominan menggunakan pendekatan kualitatif. Beliau berharap materi yang disampaikan oleh narasumber mengenai pemanfaatan large data sets (dataset besar) untuk studi kualitatif dapat memberikan inspirasi dalam penyusunan dan pengembangan humaniora digital di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Acara dipandu oleh Gede Primahadi Wijaya Rajeg, Ph.D., selaku moderator. Dalam pembukaannya, beliau memperkenalkan kedua narasumber, yaitu Dr. Simon Musgrave dan Dr. Sam Hames. Dr. Simon Musgrave merupakan seorang ahli di bidang linguistik dan humaniora digital dari University of Queensland, Australia. Saat ini, beliau juga bertanggung jawab dalam mendukung penelitian dan pelatihan pada proyek Language Data Commons Australia, serta menjabat sebagai Engagement and Partnership Manager. Dr. Sam Hames memiliki gelar Ph.D. di bidang teknik biomedis, kini beliau aktif sebagai research fellow di bidang humaniora komputasi di institusi yang sama.
Dalam pemaparannya, Dr. Simon Musgrave menjelaskan proyek penelitian mereka yang berfokus pada analisis unparliamentary language atau bahasa tidak pantas, yang muncul dalam transkrip pidato parlemen Australia. Mereka meneliti bagaimana istilah-istilah seperti “gutless” atau ujaran rasis dikategorikan dan diperdebatkan dalam forum legislatif sebagai pelanggaran pragmatik. Pendekatan metapragmatik yang digunakan menekankan pemahaman terhadap bagaimana bahasa tersebut dinilai dari perspektif sosial dan institusional, seperti keputusan dari ketua sidang yang menilai ujaran tersebut tidak pantas.
Sementara itu, Dr. Sam Hames melanjutkan dengan menguraikan pembahasan mengenai hal-hal teknis proyek, yang memanfaatkan korpus data yang sangat besar. Kumpulan data yang dianalisis terdiri dari rekaman dan transkrip berbagai sesi sidang yang berlangsung selama lebih dari 15.000 hari, dengan hampir 1,8 juta pidato, serta 920 juta kata, sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisis secara manual. Mereka menggunakan teknik komputasional seperti klasterisasi kata untuk menyaring, mengelompokkan, sekaligus menganalisis konteks ujaran tersebut secara lebih efisien. Teknik tersebut memungkinkan analisis kuantitatif dan kualitatif yang mendalam dalam menafsirkan data besar tersebut.
Lebih lanjut, narasumber memaparkan beberapa contoh terkait perkembangan unparliamentary language, misalnya bagaimana tuduhan rasisme secara bertahap mulai dikategorikan sebagai pelanggaran pragmatik dalam parlemen. Perubahan ini tidak hanya terlihat dari frekuensi kemunculan kata, tetapi juga melalui perdebatan tentang standar berbahasa di forum legislatif. Melalui analisis pragmatik, ditemukan bahwa anggota parlemen memiliki tingkat kesadaran metalinguistik yang tinggi dalam menilai, menolak, maupun membela ujaran yang kontroversial tersebut.
Sesi diskusi kemudian membahas pertanyaan terkait alat bantu analisis teks yang digunakan dalam proyek tersebut. Narasumber menjelaskan bahwa mereka telah mengembangkan beberapa perangkat analisis yang dapat diakses secara daring melalui Australian Text Analytics Platform dan Language Data Analysis Laboratory. Alat-alat tersebut dirancang untuk mendukung peneliti lain dalam mengolah korpus data besar, mendeteksi kutipan, serta membandingkan dokumen secara efisien. Acara ditutup dengan penyerahan sertifikat secara daring kepada kedua narasumber dan sesi foto bersama dengan seluruh peserta (sakura).
UNIVERSITAS UDAYANA