FIB Unud Selenggarakan FIB DigiTalk 2025 sebagai Langkah Awal Pengembangan Humaniora Digital di Lingkungan FIB
Pada hari Rabu, 19 Februari 2025 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana menggelar seminar seri bertajuk FIB DigiTalk - “Exploring Cultural Learning Through Digital Humanities”. Acara ini digelar secara online melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung pada kanal YouTube Media FIB. FIB DigiTalk 2025 merupakan bentuk kolaborasi antara FIB Universitas Udayana dengan Centre for Interdisciplinary Research on the Humanities and Social Sciences (CHRISS), yang bertujuan untuk memperdalam wawasan mengenai konsep Humaniora Digital. Pembicara pada FIB DigiTalk pertama ini adalah Prof. Adrian Vickers yang berafiliasi di University of Sydney.
Kegiatan dibuka oleh Ketua Pelaksana FIB DigiTalk 2025, Gede Primahadi Wijaya Rajeg, Ph.D. dan diawali oleh sambutan dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya, I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan pentingnya perkembangan Humaniora Digital (Digital Humanities) di lingkungan akademik, khususnya di FIB Universitas Udayana. Menurutnya, Digital Humanities telah berkembang cukup pesat di luar negeri, sementara di Indonesia masih dalam tahap awal. Oleh karena itu, rangkaian kegiatan FIB DigiTalk ini diadakan sebagai langkah awal bagi FIB menuju dunia Digital Humanities. Beliau kemudian menyampaikan rencana FIB DigiTalk ini yang nantinya akan mengundang tujuh orang narasumber yang ahli dalam bidang Digital Humanities, dan kick-off dari rangkaian ini dimulai dengan Prof. Adrian Vickers sebagai pembicara pertama.
Pemaparan materi dipandu oleh moderator, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., yang juga memperkenalkan pembicara utama sebagai Professor of South East Asian Studies dari University of Sydney serta sebagai Ketua International Advisory Board Universitas Udayana. Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi. Dalam pemaparannya, Prof. Vickers menjelaskan bagaimana Digital Humanities dapat berdampak pada penelitian budaya yang dilakukan dan dipresentasikan. Selain itu, Prof. Vickers juga menyampaikan pentingnya penyajian data secara digital agar lebih mudah diakses oleh masyarakat luas serta memberikan wawasan dan pengalaman mengenai berbagai proyek Digital Humanities yang telah dikerjakan olehnya.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan salah satu proyeknya, The Virtual Museum of Balinese Painting, yang bertujuan untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan koleksi lukisan-lukisan Bali di berbagai museum di Bali serta koleksi pribadi di seluruh dunia. Menurut Prof. Vickers, masih banyak karya seni Bali yang belum pernah diakses oleh masyarakat Bali sendiri, sehingga digitalisasi akan menjadi sangat penting dalam melestarikan dan mewariskan budaya. Dalam proyek tersebut, data seperti nama pelukis, asal lukisan, tahun pembuatan, dan kepemilikan atau lokasi saat ini disusun dalam database yang terstruktur menggunakan software seperti HEURIST dan Omeka S.
Selain itu, Prof. Vickers juga memperkenalkan proyek Opening the Multilingual Archive of Australia (OMAA) yang bertujuan untuk mendokumentasikan dan memudahkan akses terhadap koleksi materi bahasa yang ada di dalam arsip tersebut, baik untuk kepentingan penelitian maupun pelestarian budaya. Proyek tersebut menunjukkan bagaimana Digital Humanities dapat digunakan untuk menghubungkan berbagai sumber data dengan topik-topik penelitian tertentu, serta mengorganisir informasi agar dapat diakses lebih mudah oleh para peneliti maupun masyarakat umum.
Sesi diskusi dan tanya jawab membahas tentang tantangan dalam Digital Humanities, terutama terkait dalam kepemilikan data yang akan didigitalisasi. Dekan FIB menyampaikan salah satu implikasi pentingnya digitalisasi dapat diterapkan pada koleksi lontar kuno yang ada di Universitas Udayana. Upaya ini dapat dijadikan sebagai upaya pelestarian, mengingat kondisi fisik lontar yang rentan mengalami kerusakan seiring waktu. Menanggapi hal tersebut, Prof. Vickers menekankan bahwa akses terhadap data digital harus disesuaikan dengan persetujuan dari pemiliknya. Dalam beberapa proyek, akses terhadap materi atau data digital dibatasi hanya untuk kepentingan penelitian guna menjaga hak kepemilikan. Setelah sesi diskusi selesai, acara kemudian ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada pembicara secara online serta sesi foto bersama melalui Zoom Meeting.
UDAYANA UNIVERSITY