Kaji Arsitektur Palinggih Mobil di Pura Paluang Nusa Penida, I Putu Gede Suyoga Raih Gelar Doktor Kajian Budaya di FIB Unud



Program Studi Doktor Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana menyelenggarakan Promosi Doktor dengan promovendus I Putu Gede Suyoga, Jumat, 12 Agustus 2022 secara hybrid di ruang Dr. Ir. Soekarno, Gedung Poerbatjaraka, FIB Unud.

 

Promovendus adalah dosen Institut Desain dan Bisnis Bali, Denpasar. Ujian terbuka dipimpin oleh Wakil Dekan II FIB Unud, Dr. Ni Made Suryati, M.Hum. serta didampingi oleh Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., serta Kopromotor I, Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A., dan Kopromotor II, Dr. I Wayan Suwena, M.Hum.


Wakil Dekan II FIB Unud, Dr. Ni Made Suryati memimpin sidang promosi doktor didampingi promotor dan kopromotor.


Dalam ujian terbuka, I Putu Gede Suyoga berhasil mempertahankan disertasi dengan judul “Membongkar Diskursus Ideologi Arsitektur Palinggih Mobil di Pura Paluang, Nusa Penida, Bali”. Setelah melalui tahapan ujian terbuka, I Putu Gede Suyoga dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan merupakan Doktor ke-172 di FIB Unud dan Doktor ke-262 di Program Studi Doktor Kajian Budaya.

 

Tim penguji terdiri atas Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A., Dr. I Wayan Suwena, M.Hum., Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A.,  Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., Dr. Ni Ketut Puji Astiti Laksmi, S.S., M.Si., Prof. Dr. I Nyoman Wijaya, M.Hum.

 

Rekaman ujian promosi doktor dapat disaksikan di kanal Youtube Media FIB: https://youtu.be/qmBevD9wchE

 

Diskursus Ideologi Arsitektur Palinggih Mobil di Pura Paluang

Dalam disertasinya, I Putu Gede Suyoga menjelaskan bahwa pengetahuan dalam mitos yang mendasari desainnya yang liyan, mengandung episteme adanya unsur tanda lintas budaya Timur dan Barat. Hal itu melahirkan sejumlah diskursus ideologis berlatar belakang kuatnya kepemilikan dan penempatan modal serta habitus di ranah pergulatan sosial masyarakat Karangdawa dan sekitarnya. Proses pembentukan diskursus ideologi terkait dengan adanya pergulatan kepentingan melalui kuasa pengetahuan, proses konstruksi identitas arsitektural, menempatkannya sebagai sebuah kategori semiotis, dilampauinya bahasa tanda tradisional, dan kuatnya anomali budaya. Kontestasinya, yaitu diskursus ideologi tanda wahana dewata, mandala pura, ketuhanan-posspiritualitas, sakti-tantris, siwa siddhanta, konsumtif, dan dualisme kultural. Diskursus ideologi posspiritualitas paling dominan dalam kontestasi tersebut, yakni simbiosis hasrat-kesucian dan transbudaya.


I Putu Gede Suyoga memaparkan hasil penelitian disertasi di hadapan penguji.

                                                                       

Simpulannya, palinggih berikonik mobil dipahami sebagai episteme baru berupa karya arsitektur hibrida di ranah arsitektur parhyangan. Sejumlah pergulatan kultural berbasis diskursus ideologi menunjukkan dialog kompromi transbudaya. Upaya normalisasi melalui proses mistifikasi ikonik mobil sebagai bentuk palinggih non-mainstream. Transformasi terbentuk melalui mekanisme artikulasi- disartikulasi, osmosis, anomali budaya, mimikri, dan kontestasi identitas. Hal itu menguatkan implikasi posmodern di ranah arsitektur pemujaan, religi, sosial, dan pariwisata masyarakat Karangdawa, Nusa Penida.

 

Temuan Penelitian

Dalam disertasinya, I Putu Gede Suyoga menemukan bahwa konsep-konsep teori relasi pengetahuan kekuasaan Foucault relevan dalam ranah praktik sosio religious, yakni dalam mengungkap struktur pemaknaan berbasis bangunan pemujaan keagamaan hinduisme di Karangdawa. Konsep-konsep teori Bourdieu (terutama habitus, modal, dan ranah) juga relevan dikembangkan dalam ranah tersebut, melengkapi analisis metode arkeologi pengetahuan dan geneologi kekuasaan Foucault dalam kancah penelitian.

                                   

Secara empiris, temuan penelitian menunjukkan tujuh buah diskursus ideologi berkontestasi dari keberadaan palinggih mobil di Pura Paluang sebagai bangunan suci dalam ranah arsitektur parhyangan di Nusa Penida, yaitu (1) tanda wahana dewata, (2) mandala pura, (3) ketuhanan posspiritual, (4) sakti-tantris, (5) siwa-siddhanta, (6) konsumtif, dan (7) dualisme kultural. Diskursus ideologi ketuhanan posspiritual tampaknya paling dominan. Temuan berkategori implikasi diskursus ideologi juga terungkap dari palinggih berikonik mobil di Pura Paluang, yang dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni arsitektural, sosial, religius, dan daya tarik wisata. Kristalisasi dari kontestasi ketujuh diskursus ideologi tersebut adalah “diskursus ideologi posspiritual”, yakni simbiosis hasrat-kesucian dan dialog transbudaya.

 

Makna Disertasi

Prof. Dr. I Nyoman Suarka selaku promotor menyampaikan bahwa keunggulan hasil penelitian disertasi dari I Putu Gede Suyoga adalah membongkar ideologi di balik diskursus palinggih mobil di Pura Paluang, Nusa Penida. Bahkan, di balik tanda hibriditas tersebut dan menemukan kuasa pengetahuan dalam bentuk strategi, taktik, manuver  yang bermain di arena kehidupan masyarakat Karang Dawa. Ada sejumlah pergulatan kurikular berbasis diskursus ideologi dalam wujud dialog tanda trans budaya yang teridentifikasi melalui bentuk artikulasi, disartikulasi, osmosis, anomali budaya, mimikri, dan kontestasi identitas.


Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Suarka menyampaikan makna disertasi dari I Putu Gede Suyoga.

 

Di akhir penyampaiannya, Prof. Dr. I Nyoman Suarka selaku promotor juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. dan Dr. I Wayan Suwena, M.Hum., selaku kopromotor, para dosen penguji, serta seluruh dosen pengajar yang telah membimbing promovendus selama menempuh pendidikan di Program Studi Doktor Kajian Budaya sehingga dapat meraih gelar akademik tertinggi. (as)


Penyerahan sertifikat kelulusan dari Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Suarka kepada Dr. I Putu Gede Suyoga.