Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Unud Selenggarakan Kuliah Tamu Bertajuk Critical Discourse Analysis bagi Pemula dalam Konteks Indonesia
Program Studi Doktor Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana menyelenggarakan kuliah tamu bertajuk “Critical Discourse Analysis Bagi Pemula dalam Konteks Indonesia”. Acara dilaksanakan Jumat, 25 April 2025 di Ruang Ir. Soekarno FIB Unud dan diikuti oleh sejumlah mahasiswa, dosen, dan peserta umum. Kuliah tamu ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan akademik dalam rangka peringatan 24 tahun berdirinya Program Studi Doktor Kajian Budaya FIB Unud.
Tujuan dilakukan kuliah tamu ini adalah untuk memperkuat pemahaman kritis terhadap wacana dan relasi kuasa yang melekat di dalamnya, serta memperkaya diskursus akademik di bidang kajian budaya di Indonesia. Dr. Jane Ahlstrand, dosen dari University of New England, New South Wales, Australia didapuk sebagai narasumber ahli pada kuliah tamu kali ini. Sementara itu, jalannya pemaparan materi dan diskusi dimoderatori oleh I Gusti Ayu Andani Pertiwi, mahasiswa Program Studi Doktor Kajian Budaya, FIB Unud.
Kegiatan diawali oleh sambutan dari Koordinator Program Studi Doktor Kajian Budaya FIB Unud, Prof. I Nyoman Darma Putra, Ph.D., yang secara khusus menyampaikan bahwa kegiatan ini digagas dengan tujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan mahasiswa mengenai teori “Analisis Wacana Kritis” (AWK), teori yang cukup diminati pada penelitian interdisipliner. Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa Dr. Jane juga merupakan dosen bahasa Indonesia serta penulis buku Women, Media, and Power in Indonesia (2022).
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi. Dalam kesempatan tersebut, Dr. Jane Ahlstrand berbagi wawasan seputar pendekatan Critical Discourse Analysis (CDA) serta relevansinya dalam konteks Indonesia, khususnya bagi para peneliti pemula. Menurutnya, Critical Discourse Analysis (CDA) atau Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah pendekatan penelitian yang berakar pada motivasi sosial dan bertujuan mengatasi masalah sosial. Dikenal juga sebagai Critical Discourse Studies (CDS), CDA memusatkan perhatian pada hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan ideologi dalam konteks sosial-politik.
Secara terperinci, disampaikan bahwa CDA bukan hanya sekedar menganalisis bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi melihat bahasa sebagai praktik sosial yang saling membentuk dengan struktur sosial. Bahasa, gambar, bahasa tubuh, bahkan arsitektur bisa menjadi bagian dari wacana yang dianalisis. Dalam kerangka tersebut, teks hanyalah objek analisis yang menjadi pintu masuk untuk mengkaji dinamika sosial yang lebih luas. Sikap kritis dalam CDA bukan berarti mengkritik dalam arti negatif, melainkan mengungkap pesan-pesan tersembunyi dalam teks dan menilai dampaknya terhadap masyarakat. Tujuannya adalah menautkan struktur bahasa dengan struktur kekuasaan.
Lebih lanjut, analisis wacana kritis juga memusatkan perhatian pada hubungan kekuasaan yang asimetris. Kekuasaan dipandang tidak hanya sebagai dominasi langsung, tetapi juga sebagai sesuatu yang dilembagakan dan direproduksi melalui praktik sosial dan diskursif. Karena itu, para peneliti CDA mendukung orientasi demokratis dan menolak bentuk kekuasaan yang menindas. Selain itu, setiap wacana tentunya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial, politik, dan sejarah. Oleh karenanya, CDA ini menekankan pentingnya memahami konteks sebagai landasan interpretasi. Konteks ini bisa berupa peristiwa sejarah masa lalu maupun situasi kontemporer yang relevan.
Setelah sesi pemaparan, dibuka sesi diskusi dan tanya jawab. Pertanyaan yang diajukan oleh para peserta berkisar pada sejauh mana kegunaan CDA dalam terjemahan (novel), dalam analisis lagu, pariwisata, serta dalam wacana pengobatan dalam kesehatan masyarakat, dan politik. Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, Dr. Jane menyatakan bahwa penerapan CDA dalam analisis lagu, dapat dilakukan melalui etnografi, produksi, konsumsi, lalu masuk ke lirik lagu. Sementara itu, menanggapi pertanyaan mengenai sejauh mana analisis power dalam CDA, Dr. Jane menyampaikan bahwa dalam analisis CDA, para peneliti perlu mencari pola-pola representasi dan hubungan dari bukti-bukti linguistik, contohnya seperti negosiasi dan dampak penggunaan bahasa untuk tujuan mendapatkan atau mempertahankan kuasa. Acara kemudian diakhiri dengan penyerahan sertifikat dan foto bersama (DP).
UDAYANA UNIVERSITY