Ungkapan Pesimis hanya Pengingat, Cerita Rakyat dan Tradisi "Bercerita" Hidup Terus

[caption id="attachment_1281" align="aligncenter" width="960"]dwijen Dari kiri: Drs. Made Taro, Prof. I Nyoman Darma Putra, dan moderator Dr. Suar Adnyana.[/caption]

Cerita rakyat hidup terus di era modern ini, hanya saja format, bentuk penyampaian dan penikmatannya berubah. Kalau dulu cerita rakyat hadir kuat dalam tradisi masatua (bercerita) antara anak dan orang tua sebelum tidur, kali ini tradisi itu hadir di sekolah, media massa, dan aneka lomba.

Demikian disampaikan dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana Prof. I Nyoman Darma Putra dalam lokakarya "Aktualisasi Pendidikan Karakter Melalui Masatua Bali: Melalui Masatua Bali sebuah Kajian Pembelajaran Terintegrasi", di Universitas Dwijendra, Denpasar, Selasa, 13 September 2016. Narasumber lain yang juga tampil waktu itu adalah I Made Taro, maestro cerita dan permainan rakyat yang banyak menulis buku dongeng. Presentasi mereka dioandu oleh dosen Univ Dwijendra Dr. Suar Adnyana.

Acara lokakarya yang diawali dengan sambutan Rektor Universitas Dwijendra Dr. Putu Dyatmikawati, S.H.,M.Hum. dan dibuka oleh Ketua Yayasan Dwijendra Dr. Drs. M.S. Candra Jaya, M. Hum. itu diikuti sekitar 150 dosen dan guru di lingkungan Perguruan Rakyat Dwijendra.

Ketua Yayasan Dwijendra Dr.Drs. M.S. Candra Jaya, M. Hum. menyampaikan bahwa kinerja guru sekolah di lingkungan Perguruan Pendidikan Dwijendra akan dinilai dari kemampuannya untuk mengintegrasikan cerita rakyat Bali ke dalam bidang studi yang diajarkan di kelas.

"Cerita rakyat bukan saja kisah yang menghibur, tetapi banyak mengandung pengetahuan yang bisa dijadikan bahan pengayaan pengajaran," ujarnya.

[caption id="attachment_1282" align="aligncenter" width="3264"]Pengurus Yayasan Dwijendra dan Rektor Univ Dwijenda berfoto bersama pembicara lokakarya Darma Putra dan Made Taro (tengah) Ketua Yayasan Dwijendra Dr. Drs. M.S. Candra Jaya, M. Hum. (kemeja hitam) dan Rektor Univ Dwijenda Dr. Putu Dyatmikawati, S.H.,M.Hum. (ketiga dari kanan) berfoto bersama pembicara lokakarya Darma Putra (kemeja hijau) dan Made Taro (kemeja coklat)[/caption]

Hidup Terus

Menurut Darma Putra, banyaknya keluhana yang menyatakan bahwa tradisi masatua dijauhi anak-anak dan tidak lazim lagi orang tua menuturkan dongeng pada anaknya menjelang tidur, tidak serta merta menunjukkan cerita rakyat lenyap. "Nada yang terasa pesimis itu hanya pengingat, fakta menunjukkan cerita rakyat hidup terus," ujar Darma Putra, penulis buku Tonggak Baru Sastra Bali Modern (2010 [2000]).

Kehidupan cerita rakyat Bali dan masatua mengalami transformasi alias perubahan bentuk, misalnya kini kian banyak dongeng Bali yang dicetak dalam bentuk buku bergambar, direkan dalam CD, diunggah di Internet sehingga kian mudah diakses.

Darma juga menyebutkan bahwa anak-anak Bali tetap melakoni masatua lewat lomba, pementasan yang disponsori pemerintah, dan di sekolah-sekolah. "Masatua hidup terus, dan kalau mau itu lestari, stakeholder seperti pemerintah, sekolah, media massa [radio/TV], dan para penulis terus kreatif," ujar Darma. Hal itu jauh lebih baik daripada hanya mengungkakan pernyataan bahwa tradisi masatua telah lenyap.

Dalam bentuk apa pun penikmatan cerita rakyat itu hadir, tetap harus disambut karena yang penting adalah anak-anak menikmati cerita dan bisa meresapi nilai moral, etika, yang tersirat di dalamnya. "Hadirnya dongeng di koran-koran juga bentuk berlanjutnya tradisi masatu dalam format baru," tutur Darma Putra.

Selingi dengan "Masatua"

Kalau dalam kurikulum ada kewajiban bagi guru untuk mengajak anak menyajikan lagu wajib dan membaca 15 menit, maka kegiatan membaca itu bisa diselang-selingi dengan membaca cerita rakyat dan meminta siswa untuk bercerita di depan kelas."Cerita akan hidup semarak," ujarnya. Jika anak diminta masatua di depan kelas, tentu mereka akan membaca sebelumnya sebagai langkah bersiap diri tampil baik.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Made Taro, yang terus mendapat undangan masatua di berbagai tempat di Bali. Artinya, anak-anak masih gemar mendengarkan cerita, lewat pentas di siang hari, bukan lewat arena sebelum tidur.

Pada kesempatan itu, Made Taro juga menunjukkan buku satua Bali yang dikemas jadi buku dan CD yang tak kalah indah dan menariknya dengan buku cerita rakyat dari luar negeri. "Kalau buku tersedia, orang tua akan mencari untuk anak dan keluarga mereka," tutur Made Taro (*).