Webinar Keluarga Alumni dan Civitas Akademika Arkeologi FIB Unud Bahas Jejak Jalur Rempah yang Hilang
Keluarga Alumni dan Civitas Akademika Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana kembali menggelar kegiatan webinar dengan tema Jejak Jalur Rempah yang Hilang pada Jumat, 12 Juni 2020.
Binar-Webinar #4 kali ini menghadirkan alumni Th. Trisna Dewi H., S.S. dan Khairil Anwar, S.S dengan moderator Yolanda Carolyn - Ketua Warga Mahasiswa Arkeologi (Warma) Unud.
Pelaksanaan webinar ini juga untuk memeriahkan peringatan HUT Purbakala ke-107 yang diperingati setiap tanggal 14 Juni.
Jalur Rempah yang Hilang
Dimulai dengan sapa oleh Host Binar-Webinar sekaligus Ketua Keluarga Alumni Arkeologi (KALA) Unud Rochtri Agung Bawono kepada peserta, webinar dibuka. Narasumber pertama Trisna Dewi menampilkan materi tentang Pelabuhan Ampenan dalam Dinamika Jalur Rempah Dunia.
Tampilan foto-foto lama Pelabuhan Ampenan sebagai sambutan awal Dewi bercerita, dilanjutkan dengan pasang surut Ampenan diceritakan sejak Masa Majapahit hingga Kolonial Belanda berdasar bukti naskah dan arkeologis yang masih tersisa.
Ampenan yang terletak di sisi barat Lombok dianggap sebagai tempat yang layak dalam jejaring pelayaran di Nusantara. Terlebih dalam jalur pelayaran di Kepulauan Nusa Tenggara banyak kapal yang mengambil hasil bumi dan ternak berupa kayu cendana, kayu sapan, lilin lebah, beras, kapas, jagung, garam, minyak ikan paus, dan kuda.
Tidak kalah penting juga perdagangan budak menjadi primadona yang berasal dari wilayah ini. Semakin ramainya Pelabuhan Ampenan mengundang berbagai suku bangsa untuk hadir dan tinggal antara lain Jawa, Banjar Melayu, Bugis, Arab, Tionghoa, dan Eropa. Jejak perkampungan ini masih ada hingga sekarang.
Pentingnya Ampenan sebagai Jalur pelayaran Nusantara dibuktikan dengan didirikannya agen-agen dagang yang berkedudukan di Singapura dan Jawa yaitu Almijda, Douglas Mas Kenzi & Co, dan King & Co.
Penyaji kedua Khairil Anwar menghadirkan diskusi hangat tentang Mencari Bandar Gresik, memulai dengan data historis berupa catatan China, Belanda, Portugis, dan Italia untuk menentukan lokasi bandar (pelabuhan). Ia menemukan catatan menarik yaitu Bandar Gresik terletak 20 li ke Pelabuhan Surabaya, dan mengukur di atas peta maka lokasi yang dimaksud terletak di Bandaran Gresik sekarang.
Hasil tersebut dikomparasikan kembali dengan naskah lokal, catatan Belanda, dan peta lama tahun 1719, 1770, dan 1787 maka Khairil semakin yakin lokasi tersebut.
Sebaran situs di Gresik juga sebagai pembuktian atas ramainya Bandar Gresik masa lalu antara lain Situs Kubur Malik Ibrahim, Situs Kubur Poesponegoro, Klenteng Kim Him Kiong, Kampung Pecinan, Kampung Arab, Kampung Bumiputera, Kampung Eropa, Situs Giri Kedaton, dan Benteng Loudewijk.
Peserta Membludak
Tema yang menarik, mengundang peserta dari penjuru daerah di Indonesia untuk bergabung dalam webinar ini. Salah satunya Irwan Kurniadi dari Situbondo menanyakan tentang peran Pelabuhan Penarukan dalam jalur rempah.
Jika melihat data adanya benteng Portugis, maka Khairil menduga Panarukan termasuk pelabuhan tua sehingga terhubung dalam jalur rempah Nusantara dan pelabuhan tersebut juga terhubung dengan pabrik-pabrik gula yang di sekitar Situbondo untuk memasarkan ke Eropa.
Suryan dari Bangka Barat mengutarakan Bangka masuk dalam jalur Rempah sejak abad ke-3 bahkan orang-orang India pada masa lalu mengenalnya. Bangka juga sebagai penghasil lada sejak dulu, berdasarkan hal itu maka dimana letak pelabuhan Bangka karena jejaknya juga hilang.
Khairil menunjukkan bukti berdasarkan jalur pelayaran, Bangka merupakan jalur utara demikian juga dalam tutur dan kebiasaan masyarakat Bawean, Bangka merupakan persinggahan ketika pelayar Bawean berdagang hingga Malaysia dan Singapura.
Di kolom chatt juga terlihat antusias peserta baik yang saling sapa, memperkenalkan diri, bahkan bertanya kepada narasumber. Hery Setiawan Purnawali dari Malang membuka sapaan dan bertanya, sejak kapan Ampenan mengalami deklinasi dan apa upaya revitalisasinya. Dewi menjelaskan deklinasi Ampenan terjadi sejak perpindahan pelabuhan dari Ampenan menuju Lembar pada 1977 dan revitalisasi Ampenan diawali sekitar 2016 ketika masuk data UNESCO, saat ini publik berharap segera dapat direstorasi baik oleh Pemda atau Dinas Perhubungan Laut.
Penanya lainnya Norviadi S Husodo dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta ingin mengetahui tentang hubungan pelabuhan-pelabuhan jalur perdagangan rempah dengan Pelabuhan Besar Batavia di Sunda Kelapa sehingga bisa diusulkan bersama menjadi World Heritage ke UNESCO.
Berdasarkan catatan Belanda, Khairil menjelaskan bahwa ada pesanan kuda beserta pelananya dari Pelabuhan Gresik menuju Batavia walaupun Gresik bukan penghasil kuda, ini menunjukkan hubungan antarpelabuhan tersebut.
Peneliti M. Fadhlan S. Intan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional juga turun bicara tentang proses sedimentasi di Pelabuhan Gresik pada masa-masa Islam sehingga ditinggalkan. Bukti terkuat sedimentasi tersebut yaitu Belanda sekitar tahun 1800-an membelokkan Sungai Bengawan Solo ke utara dan batas tersebut sekarang sudah menjadi delta.
Antusias peserta tersebut hingga akhir webinar masih tetap bertahan, seolah enggan meninggalkan diskusi tentang Jalur Rempah yang Hilang.
Semoga webinar ini memicu peneliti atau komunitas budaya untuk kembali mengungkap pelabuhan-pelabuhan yang hilang di daerahnya, terlebih jika masuk dalam Jalur rempah seperti yang telah didiskusikan (Rochtri Agung Bawono)
UDAYANA UNIVERSITY