Dosen ISI Denpasar Raih Gelar Doktor di Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana



ProgramDoktor (S3) Kajiian Budaya kembali menggelar ujian terbuka pada hari Senin, 10Agustus 2020 dengan promovenda Ida Ayu Gede Artayani, S.Sn, M.Sn. Ujian dilakukansecara daring dan disiarkan secara langsung pada akun Youtube FIB Unud dilink



Ujianterbuka dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made SriSatyawati, S.S., M.Hum. Ida Ayu Gede Artayani berhasil mempertahankan disertasidengan judul “Kepatuhan Perajin Desa Pejaten Kecamatan Kediri Kabupaten TabananDalam Memproduksi Gerabah Bali Tradisional”, dan dinyatakan lulus denganpredikat ‘Sangat Memuaskan’. Ida Ayu Gede Artayani menjadi doktor ke-99 di lingkunganFakultas Ilmu Budaya serta merupakan Doktor ke-231 di Prodi Doktor (S3) KajianBudaya.





Perajin Gerabah Pejaten


Perajin gerabah di DesaPejaten diperkirakan sejak tahun 1942-an telah mulai menambang tanah liatsebagai bahan produksi gerabah. Puncak produksi gerabah di Desa Pejatenterlihat pada tahun 1970 sampai tahun 1980-an. Puncak kejayaan gerabah DesaPejaten tidak berlangsung lama, sebab semakin banyak produk-produk rumah tanggabuatan pabrik berbahan logam dan alumunium. Produk logam dan alumunium inimenjadi promadona kemudian karena memiliki desain dan daya tahan yang lebihkuat.


Kehadiran teknologi modernpada produksi gerabah di Desa Pejaten kemudian menjadi titik terang baru padamasa depan perajin gerabah Desa Pejaten. Pada tahun 1983, perajin Desa Pejatenmendapatkan pelatihan membuat keramik bakaran tinggi (stoneware ceramic)dari seorang tamu Perancis. Kemudian tahun 1985 pemerintah Provinsi Balimemberikan bantuan peralatan berupa mesin cetak press genteng, bata, dan ubin.

 

Masuknya teknologi menjadikanperajin terpecah, ada yang memilih mengembangkan usaha kerajinan keramikbakaran tinggi (stoneware ceramic), dan yang paling banyak beralihmenekuni industri kerajinan genteng dan bata press. Ditengahtengah perubahanbudaya tersebut, ada sebagian perajin konsisten dengan prinsip hidupnya untukbertahan pada kerajinan gerabah Bali tradisional. Kepatuhan bertahannyasebagian perajin gerabah tradisi ini, tidak terlepas dari pengaruh seorangtokoh tradisional yang merupakan trio perintis perkembangan kerajinan DesaPejaten dan merupakan saksi kunci dari perkembangan kerajinan ini. Bertahannyatokoh tradisional ini pada produksi kerajinan gerabah tradisi tidak terlepasdari kepercayaan dan keyakinannya, bahwa orang-orang yang merupakan soroh/klenSangging harus terus bekerja pada bidang tersebut sebagai upaya penerusanwarisan tradisi leluhurnya.  

 

Kepercayaan dan kekonsistensiannyaterhadap yang telah diyakininya sebagai sebuah kebenaran, dilontarkan melaluiwacana kepada kerabat dan saudara dekatnya yang masih satu keturunan untuktetap bertahan pada warisan tradisi leluhur mereka. Kekukuhan sikapnya ini,merupakan perlawanan terhadap masuknya teknologi yang telah mengubah pola pikirperajin di Desa Pejaten. Tokoh tradisional ini menyerukan kepada kerabat dansaudaranya untuk tidak mengikuti kecendrungan tersebut, dan bertahanpada pembuatan kerajinan tradisi di samping sebagai penerusan warisan leluhur,juga sebagai upaya dalam peng-ajeg-an budaya Bali.

 

Para perajin yang masih satuketurunan mengikuti  yang diwacanakanoleh tokoh tradisional tersebut dengan wacana bahwa “nggih tityang wantahngiring pikayunan anak lingsir, santukan iraga sareng sami wargaSangging, patut ngelestariang tetamian leluhur” (mereka mengikuti apa yangdiwacanakan oleh tetua/orang yang dituakan, bahwa sebagai warga Sangging wajibmeneruskan warisan leluhur). 

 

Kepatuhan Perajin MemproduksiGerabah

 

Praktik kepatuhan para perajingerabah di Desa Pejaten dilakukan melalui distribusi wacna sebagai upayaajegnya gerabah tradisi. Wacana tersebut dilontarkan oleh tokoh tradisionalyang memiliki kuasa simbolis pada ranah sosialnya. Wacana pengajeg-an gerabahtradisi sebagai penerusan budaya leluhur mendpatkan dukungan dari berbagaipihak dan dilakukan melalui berbagai pelatihan. Hal ini dilakukan gunamembentuk individu yang disiplin, terlatih, dan produktif. Terbentuknyaindividu yang demikian selanjutnya tenaga-tenaga mereka bias dimanfaatkan dalamaktivitas pembuatan gerabah.

 

Kepatuhan perajin gerabah Balitradisional Desa Pejaten dalam memproduksi kerajinan gerabah tradisi tidakterlepas dari habitus yang mereka miliki yang diwariskan secara turun-temurunantar generasi melalui tranmisi budaya dengan proses pembelajaran informalantar keluarga, kepatuhan mereka juga dipengaruhi karena adanya keyakinan dankepercayaan bahwa mereka perupakan soroh Sangging yang harus tetap bekerja padabidang Sangging. Hal ini menjadikan gerabah tidak saja sebagai persembahansosial tetapi, gerabah sudah dimaknai sebagai komoditas. Benda-benda gerabahyang mereka hasilkan pada saat ini telah diperdagangkan dan menjadi matapencaharian utama dan membentuk modal ekonomi masyarakat Desa Pejaten.  

 

Praktik kepatuhan para perajintradisi di Desa Pejaten juga dipengaruhi oleh tokoh tradisional yangberpengaruh pada ranah sosialnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya peng-ajeg-angerabah Bali tradisi di karenakan perajin-perajin tradisi di Desa Pejatenberalih membuat kerajinan gerabah Modern (cetak press) dan memproduksi keramikbakaran tinggi. Praktik kepatuhan tersebut dilakukan melalui berbagai wacana,distribusi pengetahuan, dan inovasi dalam pengembangan kerajinan gerabahnya.

 

Semua pihak yang terlibatdalam praktik kepatuhan tersebut memaknainya dengan caranya sendiri-sendirisesuai dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh masing-masing individu danmenghasilkan berbagai kepemilikan modal mereka pada ranah sosial perjuangannya.Kepatuhan mereka terhadap peng-ajeg-an gerabah Bali tradisional berimplikasiterhadap kepemilikan modal para generasi penerusnya dan berpengaruh terhadapposisi mereka pada ranah sosialnya. Hal ini, secara tidak langsuang berpengaruhterhadap penerusan budaya pembuatan kerajinan gerabah taradisi di masa kini.

 

Makna Disertasi

 

Maknadisertasi disampaikan oleh Promotor Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Dalamsambutannya Prof. Ardika, mengucapkan selamat kepada Dr. Ida Ayu Gede Artayani,S.Sn., M.Sn.,telah mampu melalui semua tahap pendidikan hingga pada jalanterkahir ini.

 

Tradisidan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun oleh perajin hingga saatini masih dipertahankan. Ini merupakan satu bentuk ketangguhan modal budayaperajin di Desa Pejaten. Gelar Sangging yang diberikan kepada pihak Griyakepada perajin di Desa Pejaten merupakan satu bentuk hubungan saling berkaitandan saling membutuhkan.

 

Prof.Ardikamenyebutkan bahwa kontribusi penelitian ini sangat besar dalam hal melihat kebertahananperajin gerabah tradisional. Ke depannya diharapkan penelitian yang lebihmendalam khususnya pada kelompok Sangging yang memiliki modal budaya sertamampu mepertahankan modal budaya tersebut di tengah pergerakan jaman. (gita)