Dosen Prodi Sastra Jepang Raih Gelar Doktor Linguistik
Program Studi Doktor (S3) Linguistik, Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Udayana kembali menyelenggarakan Promosi Doktor pada Kamis, 22 Juli 202. Promovendus dalam promosi
kali ini adalah I Gede Oenada, S.S., M.Hum, seorang dosen
dari Program
Studi Sastra Jepang, FIB Unud. Ujian
dilaksanakan secara daring melalui aplikasi webex dan disiarkan secara langsung
pada kanal Youtube FIB Unud pada https://youtu.be/vU5OLOlMwV8
Gede Oenada berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul “Sinonimi Verba Bahasa Jepang†dan dinyatakan lulus dengan predikat “Sangat Memuaskanâ€. Gede Oenada merupakan doktor ke-132 di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya dan ke-187 di Prodi Doktor Linguistik.
Sinonimi Verba Bahasa Jepang
Bahasa Jepeng memiliki banyak verba yang bersinonim. Makna verba-verba bersinonim ini, apabila tidak dikuasai dengan baik, dapat disalahartikan (misunderstood) dan disalahgunakan (misused) dalam pemakaian khususnya oleh para pemelajar bahasa Jepang. Untuk meningkatkan penguasaan makna (semantic competence) terhadap verba-verba bersinonim tersebut, perlu diuraikan fitur-fitur pembeda (distinctive features) di antara verba-verba tersebut. Uraian fitur-fitur pembeda tersebut haruslah menggunakan konsep-konsep yang sederhana. Untuk memudahkan mempelajari bahasa Jepang sehingga dapat menghasilkan tuturan yang tepat, penganalisisan terhadap perbedaan dan persamaan makna bentuk-bentuk yang bersinonim tersebut penting untuk dilakukan.
Verba-verba bersinonim bahasa Jepang dapat dibedakan menurut
frekuensi pemakaian, kolokasi dan prosodi semantisnya dalam kalimat yang dapat
dikaji dengan menggunakan linguistik korpus. Meskipun memiliki padanan yang
sama dalam bahasa Indonesia, frekuensi pemakaian, kolokasi dan prosodi semantis
verba-verba bersinonim tersebut tidaklah sama. Hal ini tentunya dapat digunakan
sebagai acuan pengajaran bahasa Jepang bagi pemelajar pemula yang harus
memfokuskan sumber daya energinya yang terbatas dalam menghafalkan kosakata
dasar bahasa Jepang yang jumlahnya banyak.
Verba-verba bersinonim bahasa Jepang dapat pula dibedakan menurut
ciri-ciri semantis struktur argumennya. Salah satunya adalah bahasa Jepang
termasuk dalam bahasa yang memiliki undak usuk (speech level). Oleh
karena itu, ada batasan nomina yang
diperbolehkan untuk menempati posisi subjek dari sebuah verba (selectional restrictions). Misalnya,
verba ossharu ‘berkata’ yang
merupakan bentuk hormat dari verba bentuk lepas hormat iu ‘berkata’ mensyaratkan nomina pengisi kategori subjek adalah
nomina berciri-ciri semantis manusia (animate)
yang memiliki kedudukan sosial tinggi seperti guru, dan lain-lain. Selain itu,
dalam satu nosi yang sama, verba-verba bersinonim dapat pula berbeda
valensinya. Misalnya, dalam nosi worry ‘kuatir’, verba kenen suru dan anjiru merupakan verba bervalensi dua. Sementara
itu, verba shinpai suru dapat tergolong dalam verba bervalensi satu
ataupun dua. Hal ini dapat pula digunakan untuk membedakan antara sinonim yang
satu dan yang lainnya dalam satu nosi yang sama.
Melalui pemetaan dan eksplikasi menggunakan metode parafrasa
reduktif (reductive paraphrase) dapat
terlihat dengan jelas komponen makna masing-masing verba bersinonim tersebut.
Dengan demikian, hal ini akan sangat membantu pemelajar bahasa Jepang dalam
memilih verba yang sesuai dengan maksud yang ingin disampaikannya.
Temuan dalam Disertasi
Terdapat tiga temuan dalam disertasi ini, yakni temuan teoretis, temuan metodologis, dan temuan empiris. Secara
teoretis, hasil penelitian ini mendukung pendapat Jackson dan Amvela (2011)
yang menyebutkan bahwa ada tiga karakteristik kata yang tidak akan pernah sama
bahkan pada kata-kata yang bersinonim, yakni frekuensi pemakaian, distribusi
pemakaian, dan konotasi. Oleh karena itu, tidak ada hal yang disebut dengan
sinonimi absolut (there is no such thing
as a true synonym).
Melalui penelitian
ini, sebuah metode untuk menganalisis sinonimi, khususnya verba-verba bersinonim
bahasa Jepang telah dirumuskan. Metode ini menggabungkan (1) linguistik korpus
yang berfokus pada frekuensi pemakaian, kolokasi dan prosodi semantis, (2)
struktur argumen yang berfokus pada jumlah dan peran-peran yang dapat mengisi
nomina sebagai argumen verba bersinonim tersebut, dan (3) struktur semantis
yang berfokus pada pemetaan dan eksplikasi komponen-komponen makna menggunakan
metabahasa semantik alami untuk menghasilkan deskripsi semantis yang tuntas dan
tidak berputar-putar.
Temuan empiris pada penelitian ini terdapat lima hal, diantaranya adalah
Pada struktur argumen verba bervalensi dua ditemukan satu pola
kalimat lain di luar yang telah disebutkan oleh Nigo (2015). Kedua, Pada struktur argumen verba bervalensi tiga ditemukan empat pola
kalimat lain di luar yang telah disebutkan oleh Nigo (2015). Ketiga, Ditemukan banyaknya kasus pelesapan yang
terjadi dalam kalimat nyata yang digunakan pada korpus. Pelesapan tersebut
dapat terjadi pada fungsi subjek, objek tidak langsung, dan objek langsung. Keempat, Tidak
semua verba yang memiliki frekuensi kemunculan tinggi pada BCCWJ secara
otomatis akan tinggi pula pada CSJ. Hal ini dapat dilihat misalnya pada verba iu ‘berkata’. Kelima, Ada nosi
yang memiliki anggota verba yang sangat spesifik, misalnya verba ‘memberi’ yang
beranggotakan hingga 12 verba bersinonim, verba ‘memakai (pakaian)’ yang
beranggotakan hingga 10 verba bersinonim.
Makna Disertasi
Prof.
Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. selaku Promotor menyampaikan makna disertasi. Prof.
Sutjiati menyampaikan selamat kepada Dr. Oenada atas capaiannya menyelesaikan tugasnya
secara akademik.
Disertasi yang
diselasaikan dengan baik oleh Dr. Oenada memberikan dampak yang sangat
signifikan pada bidang linguistik bahasa Jepang khususnya untuk sinonimi verba.
“Hasil penelitian juga akan sangat bermanfaat
dalam dunia pendidikan dan pengajaran bahasa Jepang di tingkat dasar. Ditambah
lagi temuan metode dalam disertasi ini adalah temuan metode baru yang perlu
dikembangkan lebih jauh lagi.†Ungkap Prof Sutjiati.
Kedepannya tentu saja hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Dr. Oenada harus dipublikasikan dan disebarluaskan. Ini jadi
satu tanggung jawab besar bagi Dr. Oenada selaku peneliti yang sekaligus juga seorang
pendidik. (GP)
UDAYANA UNIVERSITY