Mengkaji Dekonstruksi Pengembangan Desain Hunian, Dosen ISI Denpasar Raih Gelar Doktor Kajian Budaya
Program
Doktor (S3) Kajian Budaya kembali menggelar ujian terbuka pada hari Jumat, 9
Oktober 2020 dengan promovendus I Made Pande Artadi, S.Sn., M.Sn.. Ujian
dilakukan secara daring dan disiarkan melalui kanal Youtube FIB Unud.
Ujian
terbuka langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,
M.Hum. Pande Artadi mempertahankan disertasi dengan judul “ Dekonstruksi
Praktik Pengembangan Desain Hunian Minimalis di Kuta Selatan, Badungâ€, dan
dinyatakan lulus dengan predikat “ Sangat Memuaskan “. Pande Artadi menjadi doktor ke-104 di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya serta
merupakan Doktor ke-233 di Prodi Doktor (S3) Kajian Budaya.
Hunian
Minimalis
Hunian minimalis berkembang
dan berterima secara masif di tengah masyarakat Bali, hunian ini mengusung
nilai-nilai modernitas dengan mengutamakan fungsi, kekuatan rasio, dan
mengabaikan masa lalu (ahistoris). Wujud fisik yang diekspresikan hunian ini
adalah bentuk-bentuk yang bersih, simpel, tanpa ornamen serta terlepas dari
konteks lingkungan dan nilai-nilai budaya Bali.
Berkembang dan berterimanya
hunian minimalis bertentangan dengan peraturan daerah Provinsi Bali No. 05,
Tahun 2005 tentang arsitektur bangunan gedung yang mewajibkan seluruh bangunan
termasuk bangunan hunian menampilkan gaya Bali. Berterimanya hunian ini secara
masif menimbulkan implikasi dalam dimensi identitas lingkungan, sosial, dan
budaya Bali.
Faktor-faktor Berkembang dan
Berterimanya Hunian Minimalis
Terdapat beberapa faktor yang
melatarbelakangi berkembang dan berterimanya hunian minimalis di wilayah Kuta
Selatan. Faktor pertama adalah dampak yang sangat besar dari pengaruh
kapitalisme dan faktor ini dapat dilihat dari sisi pengembang. Pengembang hanya
mengejar keuntungan semata dengan tidak mengindahkan Perda Provinsi Bali No. 5,
Tahun 2005.
Pengembang cenderung
mengesampingkan prinsip-prinsip arsitektur lokal. Kepatuhan pengembang terhadap
Perda hanya pada tingkat pengusulan izin mendirikan bangunan (IMB). Contonya
adalah karang murda (bentala) dan gegodegan pada atap, sebagai
satu-satunya elemen yang merepresentasikan konsep hunian tradisional Bali
direduksi, bahkan ditiadakan dalam proses pembangunan.
Pengaruh kapitalisme juga
tampak dari perilaku pengembang yang memanfaatkan iklan untuk melakukan
tindakan manipulatif dalam rangka menarik minat konsumen. Melalui kemajuan
teknogi virtual menghasilkan ilustrasi iklan bersifat “simulakraâ€, yakni produk
hunian yang melampaui realitas.
Faktor kedua adalah hadirnya
pengaruh materialisme yang terlihat dari perilaku pengembang yang hanya
mengejar bentuk luar hunian, lebih mengutamakan kepentingan pragmatis dan
menolak berbagai pertimbangan religi.
Ideologi materialisme
membrangus sensitivitas pengembang terhadap lingkungan alam semesta. Naluri
ingin memisahkan diri dengan alam semesta sebagai representasi dari
materialisme tampak dari sikap yang lebih mengutamakan material
artifisial/imitasi hasil industri dalam arti tidak alamiah dan tidak menyatu
dengan alam.
Hunian minimalis berkembang
dan berterima di tengah masyarakat Bali juga dilatarbelakangi oleh faktor
fungsionalisme-rasionalisme. Kenyataan ini terlihat dengan mengutamakan
prinsip-prinsip standardisasi dalam praktik pengembangannya. Produk hunian
diproduksi secara masal melalui proses rasionalisasi kebutuhan manusia.
Implikasi Desain Hunian
Minimalis
Bila perkembangan dan
keberterimaan hunian minimalis terus berlanjut, dapat berimplikasi terciptanya
kekacauan (chaos) dalam dimensi tata nilai hunian masyarakat Bali. Tata
nilai ulu-teben, konsep sangamandala, tri angga, dan catuspatha tidak lagi
menjadi pertimbangan dalam block plan dan dalam organisasi ruang hunian.
Munculnya krisis identitas
pada bangunan bergaya minimalis Dalam kasus ini hunian minimalis yang bercitra
modern mengaburkan identitas lingkungan Bali, membuatnya mirip dengan
lingkungan di daerah lain atau belahan dunia lain.
Temuan Penelitian
Hasil penelitian yang bersifat
temuan (novelty) adalah sebagai berikut. Pertama, praktik pengembangan desain
hunian minimalis terjadi karena didorong oleh perilaku manipulatif pengembang
bersama oknum perangkat daerah dan didukung oleh perubahan gaya hidup
masyarakat.
Kedua, satu hal yang menonjol
dan bersifat temuan (novelty) adalah kecanggihan teknologi virtual dimanfaatkan
untuk melakukan tindakan manipulatif guna menarik minat konsumen.
Ketiga, hunian minimalis
berkembang dan berterima merupakan bagian dari fenomena ‘imperialisme budaya’,
yakni terjadi pemaksaan dan penyeragaman selera melalui perilaku pengembang dan
pemerintah yang bersifat manipulatif.
Makna Disertasi
Makna disertasi disampaikan
oleh Promotor Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A. Dalam sambutannya Prof.
Anom Kumbara mengucapkan selamat kepada Dr. I Made Pande Artadi, S.Sn., M.Sn.
karena telah berhasil melalui semua proses akademik hingga mencapai puncaknya.
Disertasi ini sangat
memberikan sumbangan besar untuk membongkar praktik-praktik berkembangnya dan
berterimanya desain rumah minimalis di wilayah Kuta Selatan. Seperti yang telah
diungkapkan dalam temuan-temuan dalam disertasi promovendus.
“Apa yang dihasilkan dan
ditemukan oleh saudara Pande pada penelitiannya ini telah menemukan antara
teori dan realitas. Berhasil menyandingkan antara teks dan konteks,†ungkap
Prof. Anom Kumbara.
Lebih jauh Prof. Anom Kumbara
mengharapkan untuk kedepannya Dr. Pande Artadi untuk lebih berhati-hati dalam
mengambil kesimpulan dan mereduksi fakta khususnya dalam hal identitas manusia
Bali. (gita)
UDAYANA UNIVERSITY