Sastra Bali Gelar Lokakarya Wariga Masa Kini


Dekan FIB, Prof. Dr. Luh Sutjiati Beratha, M.A., saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara lokakarya.
Program Studi Sastra Bali menggelar lokakarya pada Jumat, 18 Mei 2018, di Aula Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Fakultas Ilmu Budaya. Lokakarya bertajuk  “Wariga Masa Kini” ini mengundang dua nara sumber yang memiliki kompetensi di bidang wariga, yaitu Ida Pedanda Nabhe Gede Buruan dan Ir. I Made Suacana.

Lokakarya ini dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. Lokakarya ini diikuti oleh peserta dari berbagai elemen, mulai dari mahasiswa, guru, hingga praktisi wariga.

Relevansi Wariga

Pergulatan panjang dalam memahami waktu yang dilakukan oleh para leluhur masyarakat Bali telah menemukan bahwa dalam menjalani waktu, kita dipengaruhi oleh konsistensi peredaran bumi, bulan, bintang, serta planet-planet dalam poros tata surya.


Narasumber lokakarya, Ida Pedanda Nabhe Gede Buruan, Ir. Made Suacana dan moderator Dr. I Putu Sutama.

Peredaran benda-benda dalam tata surya inilah juga yang dapat mempengaruhi kehidupan material, mental, maupun spiritual. Cakrawala pengetahuan mengenai hubungan timbal balik antara peredaran bintang dengan manusia inilah kemudian melahirkan sistem pengetahuan yang disebut wariga.

“Lokakarya wariga ini sejatinya merupakan jawaban atas tantangan jaman saat ini, menjaga tradisi dan pengetahuan yang telah diwariskan leluhur kita dulu,” ungkap Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum. yang merupakan ketua panitia lokakarya.


Ketua panitia lokakarya, Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum., saat memberi sambutan.

Menurut Dr. Suardiana, saat ini tidak banyak lagi orang yang memahami wariga, sementara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya di Bali masih sangat relevan.

Loka karya ini juga bagian dari implementasi mata kuliah yang didapatkan oleh mahasiswa Prodi Sastra Bali. Melalui loka karya ini mahasiswa juga diharapkan mendapatkan pengetahuan tambahan yang sifatnya praktis.

Manfaat Akademis dan Praktis

“Lokakarya yang diselenggarakan oleh Prodi Sastra Bali perlu diapresiasi tinggi karena memiliki manfaat akademis dan praktis,” ungkap Dekan FIB Prof. Sutji saat membuka acara loka karya. Lebih lanjut Prof. Sutji menyampaikan bahwa secara akademis, kegiatan loka karya ini diharapkan dapat menstimulus penelitian lebih lanjut mengenai kekayaan tentang wariga.


Penyerahan kenang-kenangan dari Ida Pedanda Nabhe Gede Buruan kepada Dekan FIB Prof. Dr. Luh Sutjiati Beratha, M.A.

Kemudian secara praktis, loka karya ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pentingnya memperhatika dewasa ayu dalam kehidupan sehari-hari di tengah arus modernisasi yang serba praktis, efisien, dan menawarkan berbagai kemudahan hidup lainnya.

Wariga adalah Jalan Menuju Terang

Secara umum berdasarkan perkembangan asal usul ilmu wariga, wariga memiliki 5 sifat yaitu pasti atau terang, tidak pasti atau gelap, kompleks, fleksibel dan unik. Kelima karakteristik wariga inilah yang membuat wariga menjadi sebuah ilmu yang tergolong sulit dan multidisiplin, karena itulah tidak banyak yang mau menekuni wariga.

Namun secara fungsi, ilmu wariga ini hingga saat ini masih sangat relevan dan dipercayai oleh masyarakat Bali.

“Masyarakat Bali hingga saat ini tidak bisa lepas dari wariga, mulai dari masyarakat desa hingga kota, mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat. Tinggal sekarang bagaimana menghubungkan wariga dengan kebutuhan masyarakat Bali yang kian modern,” ungkap Ida Pedanda Nabhe Gede Buruan.

Masyarakat Bali modern memiliki kepentingan yang beragam terhadap wariga, untuk itu orang yang memahami wariga baik itu pemangku, sulinggih, maupun praktisi harus pandai-pandai mengaitkan tatanan wariga pada kebutuhan masyarakat.

Menurut pengalaman Ida Pedanda Nabhe Gede Buruan, masyarakat yang tangkil ke griya ada yang menanyakan hari baik untuk kampanye, hari baik melahirkan, bahkan hari baik membuat ATM, kebutuhan semacam inilah yang harus bisa disiasati oleh praktisi wariga. Karena dalam wariga jelas tidak ada diungkapkan kebutuhan modern tersebut.

Sementara bagi praktisi wariga, mengaplikasikan wariga dengan mengaitkannya pada unsur-unsur modern akan memiliki kemudahan tersendiri.


Peserta lokakarya.

“Jika praktisi wariga mau memainkan aplikasi modern seperti program-program dalam komputer, akan jadi lebih mudah. Bahkan perhitungan waktu bisa menjadi lebih detail mulai dari tahun, bulan, minggu, bahkan hingga detik, dapat diprediksi dengan lebih tepat,” ungkap Ir. I Made Suacana, sarjana yang menciptakan sistem pengetikan aksara Bali di komputer yang dikenal dengan Bali Simbar.

Lebih jauh Suacana mengungkapkan bahwa berdebatan yang seringkali muncul di masyarakat terhadap penerapan wariga memang harus dicarikan jalan keluarnya. Sehingga ke depan tidak lagi muncul konflik-konflik akibat perbedaan persepsi tentang wariga.


Peserta lokakarya.

“Barangkali dibutuhkan sebuah kesatuan tafsir tentang wariga, sehingga tidak muncul banyak versi yang membuat masyarakat menjadi bingung. Kesatuan tafsir wariga ini dapat dilakukan oleh lembaga umat yang diakui oleh Negara,” ungkap Made Suacana. (gita purnama)