Sebagai Rangkaian Kegiatan BKFIB, FIB Unud Bekerja Sama dengan Tsinghua Southeast Asia Center selenggarakan International Conference on Indigenous Wisdom in the Contemporary World
Pada Kamis, 04 September 2025, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana (Unud) bekerja sama dengan Tsinghua Southeast Asia Center dan Jurnal Kajian Bali selenggarakan International Conference on Indigenous Wisdom in the Contemporary World (CIWCW) 2025 di Awan Auditorium, UID Bali Campus, Kura-Kura SEZ, Serangan. Konferensi ini merupakan gelaran perdana yang dirancang sebagai forum tahunan bagi akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara untuk mengeksplorasi kearifan lokal dan relevansinya terhadap isu-isu kontemporer. Selain merupakan salah satu kegiatan realisasi kerja sama antara FIB Unud dengan Tsinghua Southeast Asia Center, kegiatan ini juga merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Badan Kekeluargaan Fakultas Ilmu Budaya (BKFIB) 2025.
CIWCW 2025 mengusung tema “Tri Hita Karana and Sustainability”. Tri Hita Karana (THK) merupakan falsafah hidup masyarakat Bali yang menekankan harmoni dalam tiga hubungan utama: manusia dengan Tuhan (parahyangan), manusia dengan sesama (pawongan), dan manusia dengan alam (palemahan). Nilai-nilai ini dibahas dalam kaitannya dengan isu keberlanjutan global, seperti krisis iklim, degradasi lingkungan, dan fragmentasi sosial, untuk menunjukkan bahwa kearifan tradisional dapat menjadi solusi alternatif bagi tantangan dunia modern." Kegiatan ini menghadirkan keynote speaker Prof. Dr. I Made Bandem, MA (Founder Yayasan Widya Dharma Shanti Denpasar), dan diikuti oleh perwakilan dari 12 universitas di Bali, 9 universitas dari berbagai daerah di Indonesia, serta 12 institusi internasional dari 9 negara: Finlandia, Prancis, Jerman, India, Filipina, Malaysia, Thailand, Inggris, dan Amerika Serikat. Selain itu, hadir pula peneliti independen, perwakilan LSM, serta praktisi sektor swasta.
Rangkaian acara dimulai dengan sesi pembukaan yang menghadirkan sambutan dari Chair of Conference dan Academic Director Tsinghua Southeast Asia Center, Michael Tuori; Rektor Universitas Udayana, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D.; Senator DPD RI Dapil Bali, Dr. Shri I Gusti Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III S.E(M.TRU)., M.Si., dan keynote speaker dari tokoh budaya Bali yang juga merupakan pendiri Yayasan Widya Dharma Shanti. Ketua Panitia, Michael Tuori, menekankan bahwa konferensi ini lahir dari keyakinan bahwa Bali memiliki kearifan lokal yang sangat berharga untuk dibagikan kepada dunia. "Tri Hita Karana bukan sekadar filosofi lokal, tetapi jalan menuju harmoni dan kebahagiaan yang sangat dibutuhkan dunia saat ini" ucap beliau. Sementara itu, Rektor Universitas Udayana, menyampaikan bahwa pembahasan Tri Hita Karana sangat relevan di tengah disrupsi sosial, anomali alam, dan krisis spiritual.
Lebih lanjut, beliau menekankan tiga alasan pentingnya konferensi ini: memperkuat optimisme terhadap nilai THK, membangun keseimbangan sosial dan ekologis, serta mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs). Rektor Unud juga menegaskan bahwa semua program pendidikan dan pengabdian di Unud berlandaskan pada nilai-nilai THK. Agenda dilanjutkan dengan sambutan dari Dr. Shri I G.N. Arya Wedakarna M. Wedasteraputra S.III, S.E., (M.Tru), M.Si., yang dalam sambutannya juga turut menyoroti peran kearifan lokal sebagai penopang identitas budaya bangsa di era globalisasi. Menurutnya, nilai harmoni dalam Tri Hita Karana adalah modal penting untuk menjaga ketahanan budaya sekaligus membangun fondasi pembangunan berkelanjutan. Kehadiran DPD RI Bali dalam forum ini menjadi bentuk dukungan politik dan kultural terhadap upaya pelestarian kearifan lokal di ranah internasional.
Kegiatan ini menghadirkan keynote speaker, Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., tokoh budaya Bali sekaligus pendiri Yayasan Widya Dharma Shanti. Dalam pemaparannya, beliau turut menegaskan bahwa Tri Hita Karana tidak hanya sebatas konsep spiritual, tetapi juga telah berperan sebagai wujud nyata dalam praktik seni, budaya, dan kehidupan masyarakat Bali. Menurutnya, nilai-nilai ini dapat menjadi inspirasi global dalam merancang strategi keberlanjutan yang lebih manusiawi. Dalam panel diskusi yang bertajuk “Beyond the Surface: Decolonizing Academic Approaches to Tri Hita Karana” ini dihadirkan pula para akademisi lintas disiplin yang mengkritisi pendekatan kolonial dalam kajian THK. Agenda kemudian dilanjutkan dengan sesi presentasi makalah. Tema yang dipresentasikan pada sesi presentasi makalah tersebut beragam, mulai dari penerapan THK dalam praktik bisnis dan pariwisata, tata kelola kebijakan publik, hingga perbandingan dengan sistem kearifan lokal dari berbagai negara. Para peserta diajak untuk tidak hanya memahami filosofi tradisional, tetapi juga melihat bagaimana konsep tersebut dapat dioperasionalkan dalam konteks modern.
Konferensi ditutup dengan pidato dari Prof. I Nyoman Darma Putra, Ph.D. (Fakultas Ilmu Budaya Unud) dan Nimas Mega Purnamasari (Executive Director Tsinghua SEA), yang sekaligus mengumumkan bahwa CIWCW 2026 akan kembali digelar tahun depan. Dengan demikian, CIWCW 2025 bukan hanya menandai dimulainya forum akademik berskala internasional, tetapi juga membuka jalan bagi penguatan dialog lintas budaya dan pengarusutamaan kearifan lokal sebagai bagian dari solusi global. Konferensi ini juga berkolaborasi dengan Jurnal Kajian Bali (yang telah terindeks Scopus Q1) untuk menerbitkan makalah-makalah yang disampaikan dalam konferensi ini, sesuai dengan prosedur yang berlaku. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar pemahaman dan kolaborasi yang lebih besar dalam mengintegrasikan kearifan tradisional ke dalam praktik keberlanjutan kontemporer dapat terus dikembangkan dan pembangunan di Indonesia kaya secara budaya dan bermakna secara spiritual.
UNIVERSITAS UDAYANA