Tampilkan Digitalisasi Warisan Budaya Berbalut AI, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Turut Ambil Bagian dalam Penyelenggaraan Kegiatan CHANDI Summit 2025
Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia akan menyelenggarakan kegiatan Culture, Heritage, Arts, Narratives, Diplomacy and Innovation (CHANDI) 2025 selama tiga hari, dari tanggal 3-5 September 2025 di Bali. Forum global ini merupakan platform yang unik untuk dialog, kolaborasi, dan inovasi dalam sektor kebudayaan, yang mempertemukan para pemimpin dunia, pembuat kebijakan, akademisi, seniman, dan praktisi budaya. Dengan mengusung tema "Culture for the Future", konferensi ini menekankan peran budaya sebagai kekuatan pemersatu yang menjembatani kearifan lokal dengan prioritas global, mengatasi kompleksitas abad ke-21 melalui pembangunan berkelanjutan, pembangunan perdamaian, dan perayaan keberagaman. Kegiatan ini dihadiri oleh para Menteri dan pembuat kebijakan negara sahabat yang membidangi kebudayaan, serta para pemangku kepentingan terkait lainnya seperti organisasi internasional, cendekiawan, akademisi, seniman, dan praktisi budaya.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini, melibatkan para dosen dari FIB Unud, sebagai salah satu panelis, notulen dan moderator pada kegiatan ini. Pada kegiatan hari pertama, tanggal 3 September 2025, FIB Unud mengirimkan tiga perwakilan dari Prodi Sastra Inggris, I Made Sena Darmasetiyawan, S.S., M.Hum, Ph.D., Galuh Febri Putra, S.Pd., M.A., dan Putu Wahyu Widiatmika, S.S., M.Hum., sebagai notulen pada kegiatan tersebut. Agenda pada hari pertama terbagi menjadi beberapa sesi. Salah satu sesi adalah sesi diskusi panel. Pada sesi diskusi panel pertama bertajuk "Merebut Kembali Sejarah, Memulihkan Keadilan: Kerja Sama Internasional untuk Repatriasi dan Pemberantasan Perdagangan Gelap Benda Budaya". Diskusi ini berfokus pada upaya internasional untuk mengembalikan warisan budaya dan memberantas perdagangan gelap benda budaya. Diskusi ini menghadirkan dua panelis, yang salah satunya adalah Prof. I Ketut Ardhana, M.A., Ph.D., yang merupakan Guru Besar Sejarah Asia, Prodi Ilmu Sejarah, FIB Unud.
Pada hari terakhir (5 September 2025), agenda kegiatan CHANDI Summit 2025 adalah seminar bertajuk ‘Digital Heritage and AI for Future’. Seminar tersebut diselenggarakan di Ruang Aula Pascasarjana Gedung Pascasarjana Lantai 3, Kampus Sudirman Unud. Seminar ini menampilkan pembicara utama yang membawakan berbagai perspektif tentang Digital Heritage and AI for the Future. Sesi seminar dipandu oleh Dosen Program Studi Sastra Inggris, FIB Unud, Galuh Febri Putra, S.Pd., M.A., sebagai moderator. Sesi seminar menghadirkan enam pembicara. Dari enam pembicara tersebut, tiga di antaranya adalah perwakilan dari FIB Unud, yaitu Kristiawan, S.S., M.A., yang merupakan dosen dari Prodi Arkeologi, FIB Unud; Ida Bagus Made Ari Segara, S.S., M.Hum., praktisi lontar yang juga merupakan alumni dari FIB Unud, dan Ida Bagus Anom Wisnu Pujana, yang merupakan perwakilan dari Unit Lontar, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.
Kegiatan dibuka oleh sambutan singkat dari Dr. Restu Gunawan, M.Hum. selaku Direktorat Jenderal Perlindungan Budaya dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia Wakil Menteri Kebudayaan. Beliau menyampaikan rasa terima kasih kepada Universitas Udayana atas terlaksananya kegiatan ini. Melalui tema yang dipilih, Dirjen Restu meyakini seminar ini akan melahirkan gagasan, konsep, dan paradigma terkait kebudayaan. Agenda berikutnya adalah pemaparan dari dua keynote speaker, yaitu Wakil Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Giring Ganesha Djumaryo dan Ketua Dewan Seni Penang UNESCO, Joe Sidek. Dalam pemaparannya, Giring Ganesha Djumaryo menyoroti isu kecerdasan buatan (AI) dalam inovasi seni dan budaya. Sementara itu, Joe Sidek membicarakan tentang Festival George Town yang ia produksi antara tahun 2010 dan 2018, dan kaitannya dengan pengelolaan acara dengan AI.
Pada sesi diskusi panel, ditampilkan enam pembicara, di antaranya Kepala Balai Pelestarian Budaya Daerah VIII Banten dan DKI Jakarta, Lita Rahmiati; Duta Festival Penulis dan Pembaca Ubud, Laksmi DeNeefe Suardana; Praktisi Naskah Lontar dari Universitas Udayana, Ida Bagus Made Ari Segara dan Ida Bagus Anom Wisnu Pujana; Dosen Tari Tradisional sekaligus Pengurus Komunitas Tunarungu, I Putu Ardiyasa; dan dosen Prodi Arkeologi FIB Unud, Kristiawan. Pembicara pertama adalah Lita Rahmiati. Beliau Membawakan tentang manuskrip di daerah Banten dan kondisinya saat ini. Pada pemaparan beliau, dijelaskan pula bagaimana peran AI untuk membantu digitasi, preservasi dan pemeliharaan dari manuskrip tersebut. Sementara itu, pembicara kedua, Laksmi DeNeefe Suardana, mengungkapkan kebahagiaan dan antusiasmenya untuk berbagi pengalamannya dengan praktik AI. Baginya, teknologi menjembatani budaya dan modernisasi.
Pembicara ketiga, I Putu Ardiyasa, membahas tentang adaptasi teks seni pertunjukan kuno dalam bentuk manuskrip ke dalam praktik artistik. Dalam paparan beliau, mengalihwahanakan teks-teks tradisional ke dalam seni pertunjukan merupakan salah satu bentuk pelestarian warisan budaya tak berwujud, agar dapat hidup secara terus-menerus di Masyarakat. Pembicara keempat, Ida Bagus Made Ari Segara memaparkan materi tentang “Digitalisasi Naskah Lontar” dan kaitannya dengan pelestarian budaya Bali di era digital. Beliau menguraikan tiga alasan mengapa naskah lontar perlu diarsipkan secara digital: preservasi, aksesibilitas, dan integrasi budaya dan teknologi. Namun, masih terdapat tantangan, seperti keterbatasan akses dan fasilitas, serta kondisi lontar yang rusak, lapuk, dan tidak terbaca. Pemaparan ini dilanjutkan oleh pembicara kelima, Ida Bagus Anom Wisnu Pujana yang menjelaskan lebih lanjut tentang Unit Lontar dan fungsinya dalam pemeliharaan Lontar di Bali.
Pembicara terakhir pada kegiatan ini adalah Kristiawan, S.S., M.A. Beliau membawakan pemaparan berjudul Digitalization of Cultural Heritage Data in East Nusa Tenggara Initial Stage Towards the Virtual Museum of Austronesian Culture in East Nusa Tenggara. Pada pemaparan tersebut, beliau membahas ancaman terhadap pelestarian warisan budaya di beberapa desa adat di Sumba akibat bencana alam yang telah menghancurkan beberapa aset. Untuk mencegah hal ini, digitalisasi menjadi museum virtual diperlukan. Beliau juga menegaskan bahwa melestarikan nilai-nilai budaya sangat penting bagi perkembangan teknologi yang membutuhkan kreativitas milenial. Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian warisan budaya digital membutuhkan AI dan multimedia agar dapat diakses melalui museum virtual. Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab dan penutup. Dengan berakhirnya acara ini, maka agenda inti dari CHANDI 2025 telah selesai dilaksanakan. Tentunya diharapkan kegiatan ini dapat berlanjut dan memiliki dampak yang baik di masa yang akan datang.
UNIVERSITAS UDAYANA