Bagian dari Perayaan HUT FIB Unud Ke-59, Civitas Akademika Ziarah ke Makam Dr. Roelof Goris di Mumbul

Civitas akademika FIB Unud saat ziarah ke makam Dr. R. Goris di Jimbaran dengan koordinator Dr. Ginting Suka (belakang ujung kiri bertopi).

Civitas akademika Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud melakukan ziarah ke makam Roelof Goris di Taman Makam Mumbul di Jimbaran, Nusa Dua, Jumat, 22 September 2017. Ziarah ini dilaksanakan dalam rangkaian perayaan HUT FIB yang jatuh 29 September 2017.

Menurut koordinator ziarah, Dr. Ginting Suka, telah menjadi tradisi bagi FIB Unud bahwa setiap tahun ketika hari ulang tahun fakultas dan badan kekeluargaan fakultas selalu dilaksanakan ziarah ke kuburan Dr. Roelof Goris, salah satu pendukung pendirian dan dosen dari Fakultas Sastra (waktu itu ketika bernaung di bawah Universitas Airlangga).

Ziarah kali ini diikuti oleh perwakilan pimpinan fakultas, dosen dan mahasiswa. Sebagaimana biasa, acara ziarah diisi doa bersama dan tabur bunga.

"Pada tahun ini ziarah diikuti sekitar 15 orang termasuk dosen dan mahasiswa," ujar Dr. Ginting.

Seorang dosen FIB Unud yang aktif sejak mahasiswa dalam kegiatan perayaan HUT FIB menyatakan bahwa tradisi ziarah ke kuburan Goris sudah dilakukan civitas FIB sejak lama.

"Tahun 1980-an, kami melakukan ziarah ke kuburan Goris saat masih di Jalan Imam Bonjol, Denpasar," ujar Prof. I Nyoman Darma Putra, mengenang beberapa ziarah, antara lain dimpimpin oleh dosen Drs. Paulus Yos Adi Riyadi,S.U.

Setelah kuburan dipindah ke Jimbaran sekitar pertengahan tahun 1980-an, ziarah tetap dilakukan secara reguler setiap tahun, sebagai bagian dari acara perayaan HUT FIB.

Siapakah Goris?

Goris lahir di Krommenie, Provinsi Belanda Utara, 9 Juni 1898 dan meninggal di Bali, 4 Oktober 1965.

Di Belanda, Goris mula-mula dia studi Sansekerta, kemudian dia tertarik kepada Jawa Kuna. Goris tamat doktor 11 Mei 1926 dengan disertasi tentang pengetahuan Jawa Kuno dan Teologi Bali. Satu setengah bulan, 24 Juni, dia meningglakna tanah airnya menuju Batavia (Jakarta), untuk berdinas di Jawatan Arkeologi.

Selama bertugas itu, dua kalio dia ke Bali, 1926 dan 1927. Kemudian mulai 2 Oktober 1928, Goris ditugaskan di Bali, mengurus prasasti, dan berkantor di Singaraja. Tidak selamanya dia di Bali. Tahun 1939-1947, misalnya, dia menghabiskan waktu di Surakarta.

Tahun 1946 untuk pertama kalinya Goris kembali ke Belanda, namun setahun kemudian, 1947, balik lagi ke Bali. Saat itu, kembali dia berkantor di Singaraja yaitu di Lembaga Penjelidikan Bahasa dan Kebudajaan, kemudian menjadi Lembaga Bahasa dan Budaja, dan kini menjadi Kantor Bahasa Bali berkedudukan di Denpasar.

Pustawakan dan Dosen

Tahun 1958, Goris penisun, namun tetap bekerja di bidang pengetahuan dan pendidikan. Saat itu, dia pindah ke Denpasar dan bekerja sebagai pustawakan (librarian). Mulai 1962, Goris menjadi "Research-Professor", dan mengajar epigrafi dan sejarah kuna Bali.

Saat Fakultas Sastra berdiri, jumlah dosen tidak mencukupi, maka jasa Goris sangat besar sebagai dosen pada masa awal lembaga ini berkembang

Sakit dan Meninggal.

Goris sempat tinggal di Desa Tuka, Dalung. Karena usia tua, Goris jatuh sakit, sampai menajalani rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar, sampai dia meninggal 4 Oktober.

Kerabat dosen dan mahasiswanya mengiringi jenazah Goris ke Kuburan Kristen Katolik di Jln Imam Bonjol Pemecutan.

Menurut Dr. J. L. Swellengrebel dalam tulisannya tentang Goris berjudul "In Memoriam Dr. Roelof Goris" (1966), Goris kelahirann Belanda itu menemukan ‘tanah airnya’ di Bali. Swellengrebel menulis "Goris had found in Bali his second fatherland. He did not have to leave it again." (Goris menemuka tanah air keduanya di Bali. Dia tidak meninggalkan Bali lagi).

Ya, Goris datang, bekerja, mengabdi, dan meninggal di Bali (Ida Ayu Laksmitta Sari/DP)