Dosen Sejarah I Wayan Tagel Eddy Raih Gelar Doktor Kajian Budaya di FIB Unud

Doktor baru I Wayan Tagel Eddy berfoto bersama usai ujian (Foto-foto Ida Ayu Laksmita Sari) Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana menyelenggarakan Promosi Doktor atas nama Drs. I Wayan Tagel Eddy, M.S., Rabu, 28 Februari 2018. Promovendus I Wayan Tagel berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Dinamika Perlawanan Petani terhadap Revolusi Hijau di Subak Susuan Karangasem, Bali." Dosen Sejarah FIB Unud ini berhasil lulus dengan predikat sangat baik. I Wayan Tagel adalah lulusan ke-38 di lingkungan FIB Unud, dan Doktor ke-208 di lingkungan S3 Kajian Budaya FIB Unud. Tim Penguji Ketua Penguji Promosi Doktor kali ini adalah Dekan FIB Universitas Udayana, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. Anggota penguji terdiri dari Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. (Promotor), Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. (Kopromotor I), Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. (Kopromotor II), Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A., Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Merta, DAA., Dr. Ni Luh Arjani, M.Hum., dan Dr. Ir. Ida Bagus Wirawibawa Mantra, M.T. Promotor Prof. AAB Wirawan memberikan tanda lulus kepada doktor baru Wayan Tagel Eddy. Revolusi Hijau dan Perlawanan Petani Revolusi hijau digagas oleh Institut Pertanian Bogor dan dilatari oleh kebergantungan Indonesia dengan impor beras dari luar. Revolusi hijau berhasil meningkatkan produksi beras karena petani menghasilkan padi dua kali lipat dibandingkan pada masa akhir 1960-an. Namun demikian, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini mengungkapkan: "Di bawah ideologi kapitalis buruh tani semakin tertekan, kondisi pedesaan didominasi oleh kelompok elit pemerintahan lokal yang memonopoli dengan investasi dan mengambil keuntungan dari program pemerintah dan sumberdaya di lingkungan lokal." Tanya jawab dengan hadirin. Penolakan petani itu berdasarkan berbagai alasan yang rasional, yaitu menanam jenis padi unggul lebih mengakibatkan kerugian dibandingkan menanam tanaman padi lokal yang lebih sesuai dengan kondisi lokal (subsistensi). Berbagai kepentingan petani dalam upaya menjadi "tuan" di tanah sendiri, seperti diatur dalam Inpres No.9/1975 secara etik ternyata tidak dapat diartikulasikan secara emik pada petani Subak Sususan Karangasem. Penolakan oleh petani Subak Sususan Karangasem terhadap politik kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian direspons oleh pemerintah dengan penuh koersif. Tanya jawab dengan hadirin pada ujian terbuka. Temuan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, I Wayan Tagel mengungkapkan temuan disertasinya sebagai berikut, Pertama, revolusi hijau adalah model pembangunan dengan ideologi modernisme karena negara sepenuhnya mendominasi dengan kekuatannya terhadap petani. Namun, petani melakukan counter ideologi terhadap hegemoni ideologi pemerintah di Subak Susuan Karangasem. Dr. Wayan Tagel Eddy Kedua, revolusi hijau yang secara nasional dikatakan berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan petani, ternyata tidak di Subak Susuan Karangasem, bahkan dalam jangka panjang memunculkan kesenjangan antara petani kaya dengan miskin, memunculkan ketergantungan petani dengan pengusaha, dan terjadi marginalisasi petani pedesaan. Hadirin pada ujian terbuka. Ketiga, perlawanan petani subak Susuan terhadap pemerintah berimplikasi terhadap munculnya polarisasi pemikiran di masyarakat Subak Susuan Karangasem. Makna Disertasi Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U., selaku promotor menyampaikan bahwa Doktor baru ini jeli menangkap fenomena yang dilakukan oleh petani. Topik yang dikaji menarik dan secara aktual dapat dikatakan sebagai simbol perlawanan petani. "Pada awalnya gerakan perlawanan petani di Subak Susuan Karangasem Bali ini dianggap menentang kebijakan pemerintah, tetapi secara global gerakan ini adalah benar karena menjaga apa yang diwariskan oleh nenek moyang dan menjaga perkembangan varietas khas masing-masing daerah," ujarnya. Hadirin pada ujian terbuka. Penelitian ini mengkritisi perkembangan yang ada dari sisi pencemaran lingkungan, produksi bidang pertanian, penerapan teknologi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan varietas. "Pemerintah juga perlu memikirkan penggunaan pestisida dan semoga penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan oleh penguasa maupun pengusaha," harap Prof. Wirawan (Tim Web FIB).