Dosen Universitas Negeri Surabaya Raih Doktor di FIB Linguistik Unud

Promotor Prof. Ketut Artawa menyerahkan sertifikat kelulusan kepda doktor baru Mulyono.

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana menggelar Promosi Doktor atas nama Drs. Mulyono, M.Hum, Rabu, 14 Februari 2018, bertempat di ruang Ir. Soekarno kampus setempat.

Mulyono Berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Struktur Sintaksis Bahasa Indonesia dalam Tuturan Anak Disleksia: Kajian Tata Bahasa Leksikal Fungsional".

Anak Disleksia

Dalam disertasinya, Mulyono menjelaskan bahwa anak diseksia adalah anak yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca meskipun memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata, mendapatkan pendidikan yang cukup, dan tidak memiliki cacat sensori.

"Mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, sistem representasional waktu dan arah, serta mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa," jelas Mulyono.

Doktor baru berfoto bersama usai ujian.

Dosen Universitas Negeri Surabaya ini memilih lokasi penelitian di wilayah Gresik dan Surabaya dengan mengambil data penelitian berupa klausa atau kalimat yang dituturkan oleh anak disleksia secara natural.

"Subjek penelitian adalah sembilan orang anak disleksia dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, berusia 8—10 tahun," ungkapnya.

Kalimat Sederhana

Hasil penelitian Mulyono menunjukkan anak disleksia cenderung memproduksi kalimat yang pendek-pendek, banyak pelesapan, dan kadang-kadang salah dalam kata tugas dan pola urut kata.

"Dalam kasus tertentu, terdapat struktur kalimat yang biasa diproduksi anak normal seusia mereka, tetapi tidak ditemukan dalam tututan anak disleksia. Hal ini mengindikasikan bahwa anak disleksia belum menguasai semua kaidah struktur kalimat bahasa Indonesia, terutama struktur kompleks," jelas lulusan Universitas Padjadjaran ini.

Penelitian Mulyono juga menemukan beberapa variasi unit sintaksis dalam tuturan anak disleksia. Sebagian besar berupa kalimat tak lengkap (59,61%) dan hanya 40,54% yang berupa kalimat lengkap.

Temuan

Penelitian Mulyono menemukan beberapa ciri khusus yang dialami oleh anak disleksia, antara lain berupa keterlambatan anak mulai bicara, kesalahan pada masa awal belajar menyebut dan menggunakan benda-benda atau peralatan yang berpasangan atau berlawanan, serta kecenderungan mengalami kesalahan ketika memasangkan atau mencocokkan tulisan dan gambar.

"Kalimat-kalimat yang diproduksi oleh anak disleksia pada umumnya berupa kalimat sederhana dan memiliki kompleksitas yang rendah," jelasnya.

Kalimat-kalimat dalam tuturan anak disleksia ada yang memiliki struktur berterima dan ada pula yang tak berterima.

Dengan model analisis str-f menurut Tata Bahasa Leksikal Fungsional, kalimat-kalimat yang berterima tersebut telah memenuhi syarat keunikan atau konsistensi, kelengkapan, dan koherensi. Sebaliknya kalimat-kalimat yang tak berterima terbukti tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.

"Adanya konstruksi kalimat-kalimat tak berterima pada tuturan anak disleksia terkait erat dengan adanya gangguan fungsi neurofifiologis yang membuat daya ingat anak disleksia terbatas," tandas penulis buku Morfologi Bahasa Indonesia ini (Tim Web FIB).