Mangihut Siregar, Lulus Doktor ke-206 Prodi S3 Kajian Budaya FIB Unud

Promotor Prof. AA Anom Kumbara memberikan tanda lulus kepada doktor baru Mangihut Siregar.

Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana menyelenggarakan Promosi Doktor atas nama Drs. Mangihut Siregar, M.Si, Jumat, 9 Februari 2018.

Mangihut Siregar berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Kontroversi Komodifikasi Ritual Mangalahat Horbo Bius di Pulau Samosir Sumatera Utara". Mangihut Siregar dinyatakan lulus dengan predikat istimewa.

Ia adalah lulusan ke-35 di lingkungan FIB Unud, dan Doktor ke-206 di lingkungan S3 Kajian Budaya FIB Unud

Tim Penguji

Ketua Penguji pada Promosi Doktor kali ini adalah Dekan FIB Universitas Udayana, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. Anggota penguji terdiri dari Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A. (Promotor), Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. (Kopromotor I), Dr. Putu Sukardja, M.Si. (Kopromotor II), Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A., Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum., Dr. Ida Bagus Gede Pujaastawa, M.A., dan Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum.

Ritual Mangalahat Horbo Bius

Dalam presentasinya, promovendus menyampaikan bahwa ritual Mangalahat Horbo Bius merupakan suatu tradisi orang Batak untuk memberikan persembahan terbaik kepada Tuhan, Mula Jadi na Bolon. Tradisi ini dilakukan sejak orang Batak masih menganut kepercayaan aliran Parbaringin.

"Tradisi ini mereka lakukan pada saat mengawali turun ke sawah, perkembangbiakan ternak, kesejahteraan dan kemakmuran manusia yang disebut dengan mangase taon. Selain itu tradisi ini juga dilakukan saat menghadapi bencana, misalnya, musim kemarau yang berkepanjangan, musim penyakit cacar, dan musim penyakit kolera," jelasnya

Sempat Dilarang

Masuknya penjajah Belanda ke daerah Tapanuli memengaruhi tradisi dan kepercayaan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Tradisi ini sempat dilarang oleh Belanda karena dianggap mengganggu kedudukan penjajah karena dalam tradisi tersebut ikatan masyarakat dari beberapa daerah semakin erat.

"Apabila tradisi ini dibiarkan maka penjajah kesulitan untuk menguasai daerah tersebut," ujarnya.

Pro Kontra Daya Tarik Pariwisata

Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Samosir melakukan suatu terobosan baru dengan melakukan pertunjukan ritual mangalahat horbo bius sebagai daya tarik pariwisata.

Sejak awal, pertunjukan Mangalahat horbo bius telah mengalami pro dan kontra di tengah masyarakat. Pertunjukan ritual ini yang disponsori Pemerintah Kabupaten Samosir bertujuan untuk menarik minat kunjungan ke Pulau Samosir.

Hadirin saat ujian terbuka.

"Gereja Katolik mendukungnya dengan tujuan menyiarkan agama Katolik kepada masyarakat. Sebaliknya gereja HKBP menentang pertunjukan ritual ini karena mempertontonkan sadisme, okultisme, dan juga alasan teologis," ungkapnya.

Adanya perbedaan pandangan akan pertunjukan ritual ini menjadikannya sebagai pertunjukan yang kontroversi.

Temuan

Melalui penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa pertunjukan ritual mangalahat horbo bius yang bertujuan menarik minat kunjungan wisatawan sangat kontraproduktif.

Tanya jawab saat ujian terbuka.

"Disarankan pertunjukan ini tidak dilanjutkan sebagai daya tarik kunjungan ke Pulau Samosir. Apabila Pemerintah Kabupaten Samosir ingin memajukan pariwisata dengan mengangkat pariwisata budaya, lebih baik menggali unsur budaya lain yang lebih menarik bagi wisatawan dan tidak kontroversial di tengah masyarakat," saran Mangihut Siregar (Tim Web FIB).