Peluncuran Buku Antologi Puisi Berbahasa Bali "Sangsiah Kélangan Somah" Karya Gde Nala Antara

  Penyerahan kenang-kenangan kepada pengisi acara dari kiri; Bawa Samar Gantang, Putri Suastini, Nala Antara, Wayan Westa, Wayan Suardiana (Foto Angga Buana).

Pada hari Jumat, 8 Desember 2017 dilangsungkan acara peluncuran dan bedah buku antologi puisi berbahasa Bali Sangsiah Kélangan Somah (Burung Sangsiah Kehilangan Istri, 2017) karya Drs. I Gde Nala Antara, M.Hum., dosen di Prodi Sastra Bali sekaligus Wakil Dekan II FIB.

Acara bedah buku dilangsungkan di Aula Widya Sabha Mandala Prof. Dr. I.B. Mantra, Fakultas Ilmu Budaya. Tampil sebagai salah satu pembahas adalah penulis I Wayan Westa dan opembaca puisi adalah penyair IGP Bawa Samargantang dan seniman teater Putri Suastini.

Acara bedah buku yang dimulai pukul 09.00 Wita dibuka penampilan dari UKM seni milik Fakultas Ilmu Budaya, Satyam Siwam Sundaram. Acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Sanjiwani, Agus Darma Putra dari komunitas Bangli Sastra Komala dan Putri Suastini.

Buku Antologi Puisi Sangsiah Kelangan Somah.

Dr. Wayan Suardiana, M.Hum dalam sambutannya selaku Ketua Prodi Sastra Bali menyambut baik kelahiran sebuah karya antologi puisi dari Gde Nala Antara.

Acara bedah buku ini merupakan acara bedah buku sastra kedua yang diselenggarakan oleh prodi sastra Bali. Dengan adanya acara bedah buku ini diharapkan mampu memacu semangat mahasiswa maupun dosen di Prodi Sastra Bali untuk semakin banyak berkarya.

Catatan dari Sangsiah Kélangan Somah

Anologi Sangsiah Kélangan Somah diapresiasi oleh I Wayan Westa sebagai salah satu pemerhati sastra dan budaya Bali yang karyanya telah banyak dikenal publik.

Wayan Westa (kanan) sebagai pembedah buku, dipandu I Gede Gita Purnama A.P.

Dalam ulasannya, Westa tak memandang apa yang ia bawakan adalah kritik, tapi catatan yang dapat menjadi ijakan membaca bagi calon pembaca buku tersebut.

Westa mengungkapkan bahwa permainan kata (kreta basa) yang diungkapkan Nala Antara dalam karya-karya puisi sangat menarik. Westa memandang bahwa Nala Antara telah sukses membangun kata sehingga menghasilkan karya yang menyatu dan begitu mengalir sehingga mudah untuk dibaca lalu dipahami.

Suasana saat acara bedah buku.

Antologi ini menunjukkan bahwa pengarang adalah sosok yang mampu menjadikan apa pun sebagai material puisinya, sehingga bagi Westa, karya-karya Nala Antara adalah sebuah karya puisi impresi.

Kumpulan puisi ini pula dalam pandangan Westa sebagai catatan perjalan pengarang, sebab banyak karya-karya dalam buku ini terinspirasi dari tempat-tempat yang dikunjungi pengarangny, di antaranya adalah puisi Saking Jendéla Kamar 308 Hotél Losari Roxy, Palsu, Sing Cocok, Nungkak, Gunaksa, dan banyak lainnya.

Jalinan Irama

Bawa Samar Gantang salah seorang sastrawan sastra Bali yang cukup seior turut urun dalam sesi diskusi. Samar Gantang menilai bahwa puisi-puisi karya Nala Antara menunjukkan kekuatan jalinan irama dalam bahasa Bali. Puisi-puisi bahasa Bali seharusnya mampu mengeksplorasi kekuatan irama ini, sebab Bali memiliki gending atau geguritan yang juga dasar keindahannya adalah irama.

Bawa Samar Gantang Saat membaca puisi.

Diskusi berlangsung sangat menarik, banyak peserta yang mengapresiasi lahhirnya karya antologi ini.

Dengan hadirnya antologi karya Nala Antara yang berprofesi sebagai guru (dosen), menambah daftar panjang pengarang sastra Bali modern yang berprofesi sebagai guru (dosen), barangkali ini bisa menjadi identitas baru sastra Bali modern sebagai sastra guru.

Sastra yang lahir dari tangan-tangan pendidik, yang kelahirannya tidak semata untuk memenuhi hasrat pribadi semata.

Kegiatan diskusi ini diakhiri dengan apresiasi pembacaan puisi-puisi dari antologi Sangsiah Kélangan Somah oleh Bawa Samar Gantang dan seniman teater Putri Suastini.

Info acara.

Samar Gantang yang dikenal luas sebagai pembaca puisi penuh semangat dan terkenal dengan puisi-puisi leak. Samar Gantang sukses membuat peserta diskusi terkagum dengan pembacaan puisi Léak Mrekak dan Ong.

Apresiasi dilanjutkan oleh Putri Suastini yang turut membaca pusi beraroma magis dalam antologi ini bertajuk Sampian Emas. Seolah tak mau kalah dengan Samar Gantang, Putri Suastini pun membangun suasana pembacaan puisi yang sangat mistik khas tembang-tembang pengantar kematian ala Bali (I Gede Gita Purnama A.P).