Seminar Nasional Bahasa Ibu Ke-10 Sukses, Diusulkan Penyusunan Undang-undang Bahasa Daerah

[caption id="attachment_1855" align="aligncenter" width="985"] Dekan FIB Unud Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha,M.A.[/caption]

Untuk ke-10 kalinya, Program Studi Magister dan Doktor Linguistik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana bekerja sama dengan Asosiasi Peneliti Bahasa Lokal (APBL) sukses menggelar Seminar Nasional Bahasa Ibu (SNBI). Seminar tahun ini berlangsung, 24-25 Februari 2017 di Kampus FIB Jalan Nias Denpasar.

Seminar Nasional Bahasa Ibu X tahun 2017 yang digelar dengan tema "Pendokumentasian dan Pemberdayaan Bahasa-bahasa Daerah sebagai Penyangga Kekuatan Budaya Bangsa".

Seminar berlangsung semarak diikuti peserta lebih dari dua ratus lima puluh orang. Selain keynote speaker dan pemakalah utama, juga terdapat pemakalah pendamping yang terdiri dari 184 orang dan peserta sebanyak 66 orang yang terdiri atas dosen, peneliti, mahasiswa, dan pemerhati bahasa dari seluruh wilayah di Indonesia.

Pembicara Kunci dan Pemakalah Utama

Seminar kali ini menampilkan dua keynote speaker yaitu Gede Pasek Suardika, S.H.,M.H., anggota DPD RI dan Prof Drs. I Ketut Artawa,M.A., PhD, guru besar Universitas Udayana.

Pemakalah utama terdiri dari tujuh orang yaitu Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. (Universitas Sumatra Utara), Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. (Universitas Udayana), Prof. Dr. Cece Sobarna, M.Hum. (Universitas Padjajaran Bandung), Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. (Universitas Udayana), Dr. I Wayan Artika, M.Hum. (Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja), Prof. Dr. Bahren Umar Siregar, Ph.D. (Universitas Atma Jaya Jakarta), dan Dr. Sugiarti, M.Si (Universitas Muhammadiyah Malang).

[caption id="attachment_1858" align="aligncenter" width="1080"] Materi seminar.[/caption]

Dekan FIB Unud Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha,M.A. menyampaikan kegembiraannya atas prestasi yang dicatat Prodi Magister dan Doktor Linguistik FIB Unud yang sudah mampu melaksanakan seminar nasional bahasa Ibu secara baik dan berkelanjutan selama sepuluh kali.

Prof. Sutji menyampaikan bahwa seminar ilmiah merupakan ajang untuk saling bertukar informasi dan gagasan dari penelitian yang telah dilakukan atau bahkan reuni untuk alumni FIB Unud yang akan menjadi peserta sekaligus pembicara yang menyajikan makalah dengan topik yang sesuai dengan tema.

Mulai Termarginalisasi

Prof. Sutji menyampaikan bahwa hasil penelitiannya (2013, 2017) menunjukkan bahwa ada masalah terhadap penggunaan Bahasa Bali, yakni pemakaian Bahasa Bali tampaknya mulai termarginalisasi, salah satu penyebabnya adalah berkaitan dengan penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia, dan bahasa asing karena pengaruh pariwisata.

Salah satu kawasan pariwisata yang dipenuhi etnis luar bali serta expatriate adalah Desa Ubud. Beberapa alasan mereka untuk memilih dan menetap di Desa Ubud antara lain usaha dalam bidang pariwisata, kecintaan terhadap Desa Ubud, alam yang indah, masyarakat yang ramah, seni dan budaya Bali, serta terjadinya kawin campur penduduk asli Bali dengan orang asing.

"Kondisi yang demikian tentunya mempengaruhi pilihan dan penggunaan Bahasa," tambahnya.

Melalui Seminar Nasional Bahasa Ibu, kata Dekan FIB ini, kita dapat berdiskusi, dan saling berbagi dan bertukar informasi tentang kondisi Bahasa-bahasa lokal yang ada di daerah kita masing-masing dan semoga kita semua tetap menjunjung tinggi Bahasa lokal, Bahasa daerah, atau Bahasa Ibu kita.

Jangan Sampai Punah

Ditambahakan Prof. Sutji bahwa negara Indonesia memiliki 646 bahasa daerah. Badan Pengembangan Bahasa telah memetakan vitalitas 52 bahasa daerah. Dari 52 bahasa tersebut, terdapat 11 bahasa daerah yang sudah punah, 3 bahasa berstatus kritis, 12 bahasa berstatus terancam punah, 2 bahasa berstatus rentan, dan 12 bahasa yang berstatus aman.

"Pertemuan ilmiah menjadi sangat penting dan sangat kita butuhkan agar Bahasa ibu tidak sampai punah, tetap exist di tengah-tengah penggunaan Bahasa nasional dan Bahasa asing semakin marak di era tanpa batas ini," ujarnya Prof. Sutji, ahli bahasa yang meraih gelar doktor di Australia.

Belum Mempunyai UU Bahasa Daerah

Gede Pasek Suardika, anggota DPD RI yang dipercaya sebagai ketua panitia perancang Undang-Undang menyatakan salah satu usulan DPD RI yang terkait dengan seminar kali ini adalah mengusulkan RUU tentang Bahasa dan Kesenian Daerah.

[caption id="attachment_1856" align="aligncenter" width="985"] Gde Pasek Suardika[/caption]

Sebagai bagian dari elemen daerah, Gede Pasek menyadari bahwa hal yang paling sering diabaikan Indonesia adalah bahasa daerahnya. Indonesia mempunyai Undang-Undang mengenai Bahasa, Bendera, dan Lambang Negara tetapi tidak mempunyai Undang-Undang tentang Bahasa Daerah.

"Bahasa Daerah sebagai soko guru yang menyatukan perbedaan yang ada di diri kita. Yang membuat nama Nusantara salah satu elemennya adalah Bahasa Daerah, tetapi negara tidak begitu memperhatikan keberadaannya," cetus Pasek Suardika.

[caption id="attachment_1857" align="aligncenter" width="933"] Peserta dan pemakalah seminar yang berasal dari berbagai universitas di Indonesia.[/caption]

Dokumentasi Jangan di Museum

Pendokumentasian bahasa daerah, menurutnya, memiliki dua pilihan, yaitu mendokumentasikan namun menyiapkan Bahasa daerah masuk alam kubur sehingga hanya dapat disimpan di museum atau didokumentasikan secara hidup, di mana bahasa daerah harus memberikan manfaat bagi komunitas.

Bahasa dapat dimanfaatkan dengan pendekatan relegi, di mana terdapat banyak istilah budaya maupun sastra yang dapat diketahui oleh generasi muda dalam sebuah upacara.

"Bahasa daerah jangan didokumentasikan di museum," ujar Pasek Suardika.

Papan Nama

Pasek Suardika menyampaikan dahulu pada zaman pemerintahan Gubernur Prof. Ida Bagus Mantra (1978-1988) di Bali masih terlihat tulisan aksara Bali di papan jalan atau papan gedung pemerintahan.

"Bagaimana tidak generasi sekarang menganggap Bahasa Bali sebagai momok karena mereka sendiri sudah jarang melihat font-font aksara tersebut dan sudah sangat jarang mempergunakannya dalam komunikasi keseharian," ungkapnya.

Gede Pasek menambahkan Indonesia semakin jauh dengan budaya sendiri. Yang terjadi di Indonesia kini adalah kebudayaan ditekan, bahasa daerah diasingkan, bahasa dan kebudayaan dari luar diserap tetapi ingin menjual nasionalisme. Apakah masyarakat dapat memperbaiki ulang keadaan ini atau dibiarkan saja? Menurutnya, masih ada waktu untuk kembali.

"Mari kita bangga dengan dialek-dialek kita, contohnya di Bali terdapat dialek Singaraja. Dialek-dialek dapat meminimalisir problematika dan menjadi daya Tarik tersendiri," ujarnya.

Ajakan terakhir dari mantan anggota DPR RI yang pernah menjabat di komisi II, III, IX, dan X ini adalah "Jika ingin bahasa daerah kuat maka jangan mendokumentasikan bahasa daerah pada museum tetapi dokumentasikan dalam hati sanubari. Bahasa daerah harus bermanfaat secara sistem relegi dan dalam komunitas masyarakat pengguna bahasa itu sendiri," ujarnya.

[caption id="attachment_1859" align="aligncenter" width="780"] Sebagian peserta seminar (foto Instag Puji Retno Hardiningtyas)[/caption]

Latar Belakang Penyelenggaraan Seminar

Ketua Panitia SNBI X, Dr. Ni Luh Puspawati dalam laporannnya menyatakan bahwa penyelenggaraan seminar ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa keanekaragaman bahasa, tradisi, adat, budaya, dan etnik dalam keutuhan Indonesia sebagai negara-bangsa adalah anugerah Tuhan dan warisan leluhur.

Selain Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dengan fungsi-fungsinya yang dimiliki sesungguhnya adalah pilar-pilar utama penyangga negara-bangsa. Keanekaragaman itu menjadi keunggulan yang patut disyukuri, diberdayakan, dan dilestarikan.

Ketua Panitia mengucapkan terimakasih yang setinggi-tinggi kepada seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan acara ini terutama kepada Rektor Universitas Udayana, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Ketua Program Studi Doktor dan Magister Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Ketua Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal, pemakalah, dan peserta seminar SNBI X.

Terimakasih pula disampaikan kepada seluruh panitia yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan dan melaksanakan acara SNBI X (Ida Ayu Laksmita Sari) .