Mahasiswa Prodi Sastra Bali Pentaskan Sesolahan Apresiasi Sastra “Sidha Sidhi Yoga Krama, Gitaning Toya Eningâ€
Mahasiswa Program Studi Sastra
Bali Unud yang tergabung dalam Sanggar Mahasaba mementaskan Sesolahan
Apresiasi Sastra dengan judul “Sidha Sidhi Yoga Krama,
Gitaning Toya Ening†yang terinspirasi dari geguritan Sidha Yoga Krama karya I Made Degung. Pementasan berlangsung pada, Sabtu, 12 Februari 2022, di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar.
Pementasan oleh Sanggar Mahasaba ini merupakan salah satu rangkaian acara untuk menyemarakkan Bulan Bahasa Bali IV tahun 2022 yang digelar oleh pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan
Provinsi Bali.
Pementasan kali ini merupakan
penampilan ketiga dari Sanggar Mahasaba Udayana dalam pegelaran ini. Meskipun dengan berbagai keterbatasan, melalui kekompakan para anggota pertunjukan ini mempu membuat penonton berdecak kagum.
Berbagai Apresiasi
Sanggar Mahasaba yang menaungi
kreatifitas mahasiswa Prodi Sastra Bali ini mendapat dukungan penuh dari pihak
prodi dan fakultas. Ketua Prodi Sastra Bali, Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum., mengatakan bahwa Kesempatan
ini merupakan salah satu penghargaan yang besar bagi insan Sastra Bali. Prodi Sastra Bali sangat mendukung dan memanfaatkan kepercayaan untuk dapat pentas dalam ajang Bulan Bahasa Bali sebagai wadah mahasiswa untuk mengekspresikan diri melalui penggunaan bahasa, sastra, serta
seni. Hal ini juga penting dalam pengamalan bidang keilmuan bagi para
mahasiswa.
“Ini sebenarnya tidak hanya dalam taraf teoretis, melainkan praktis
sekaligus terapan. Walaupun terdapat berbagai hambatan syukurnya pagelaran ini
dapat terlaksana. Terlebih lagi pementasan ini mendapatkan apresiasi dari
gubernur dan pejabat Provinsi Bali yang menyaksikan pagelaran ini hingga
selesai,†ungkap bapak Sulibra.
Apresiasi juga datang dari pengarang
geguritan Sidha Yoga Krama, bapak I Made Degung. Beliau berpendapat melaui pagelaran
ini nilai kehidupan yang beliau bubuhkan dalam karyanya dapat disebarkan lebih
luas, melebihi karya geguritannya. I Made Degung juga berkelakar bahwa beliau
sendiri tidak mampu mengumpulkan orang sebanyak ini untuk mendengarkanya.
“Pementasan ini merupakan
suatu hal yang sangat baik untuk pengembangan kesenian, serta mengembangkan
berbagai hal-hal positif. Melaui pementasan ini berbagai nilai positif yang dinarasikan
tokoh Rsi Yogiswara dalam cerita ini dapat disebarkan pada masyarakat luas. Saya
sendiri tidak mungkin mampu mengumpulkan lebih banyak dari pementasan ini,â€
ujar I Made Degung.
“Sidha Sidhi Yoga Krama, Gitaning Toya Eningâ€
Sesolahan Apresiasi Sastra “Sidha Sidhi Yoga Krama,
Gitaning Toya Ening†oleh Sanggar Mahasaba ini
disutradarai oleh Dewa Ketut Jayendra. Persiapan pementasan dilakukan dalam waktu yang cukup singkat, yaitu satu bulan. Demi penampilan yang maksimal, pada kesempatan kali ini Sanggar
Mahasaba menggandeng UKM Satyam Siwam Sundaram FIB Udayana untuk melakukan
kolaborasi.
Pengembangan konsep pementasan kali ini mengambil kombinasi berbagai unsur tradisional dan modern. Melalui
pembinaan yang terarah dan kerjasama antar pemain, penabuh, dan seluruh tim
yang berjumlah 70 orang, penampilan kali ini dapat dikemas dengan rapi. Hal ini
dibuktikan dengan hasil memuaskan yang ditunjukkan serta apresiasi dari para penonton.
Penampilan ini mengisahkan tentang seorang brahmana dari tanah Jambu
Dwipa (India) yang bernama Teken Wuwung yang melakukan perjalanan ke tanah Jawa
yaitu Medang Kemulan. Sesampainya di Medang Kemulan, Teken Wuwung merasa kagum
dan terlena dengan kekayaan alam yang ada. Karenanya, mucullah jiwa tamaknya
untuk mengeksplorasi alam dengan semena-mena.
Perilaku tersebut memunculkan
keresahan para warga, hingga akhirnya alam pun menjadi rusak, sungai tercemar,
dan masyarakat menjadi sengsara. Hingga kelakuan Teken Wuwung berdampak buruk pada
pertapaan milik Rsi Yogiswara.
Hyang Rsi yang murka kemudian
menyihir air sungai yang tercemar tersebut menjadi berhamburan dan memburu
orang yang telah mencemarinya, hingga akhirnya air tersebut sampai pada tempat
Teken Wuwung. Di sana dia dihanyutkan sampai terombang-ambing oleh keganasan
air tersebut.
Teken Wuwung pun akhirnya sadar
akan kelakuan buruknya. Ia akhirnya merasa bersalah dan segera pergi ke
pertapaan Rsi Yogiswara untuk memohon pengampunan. Pementasan ini diakhiri
dengan Teken Wuwung yang menjadi murid dari Rsi Yogiswara dan diberi gelar
Sidha Yoga.
Pertunjukan berdurasi 65 menit ini mampu menghadirkan kisah yang apik dan sarat dengan nilai-nilai luhur kehidupan. Penonton acapkali bertepuk tangan serta tertawa dengan adegan-adegan dramatis dan beberapa unsur komedi yang disematkan dalam cerita. (ges/kev)
UDAYANA UNIVERSITY