Agung Adi, Dosen Institut Agama Hindu Negeri Palangka Raya Raih Gelar Doktor Kajian Budaya di Universitas Udayana


Prof. Dr. I Made Suastra menyerahkan sertifikat tanda lulus kepada doktor baru, Dr. Agung Adi (Foto-foto FIB).


Dosen Fakultas Dharmasastra, Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang (IAHN-TP) Palangka Raya, Kalimantan Tengah, berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian promosi doktor Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Senin, 22 Mei 2023, di kampus FIB Unud Sanglah Denpasar.

 

Agung Adi dinyatakan lulus setelah mempertahankan disertasi berjudul “Konstruksi Identitas Kultural Hindu di Kota Palangka Raya” dalam ujian terbuka yang dipimpin Dekan FIB Unud yang diwakili oleh Wakil Dekan I, I Nyoman Aryawibawa, M.A., Ph.D. Dalam proses riset dan penyusunan disertasi, Agung Adi dibimbing oleh promotor Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. dan dua kopromotor masing-masing Prof. Dr. Ida Bagus Gde Yudha Triguna, M.S. dan Dr. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A. 


 

Selain tim promotor, tampil sebagai tim penguji ujian promosi doktor adalah Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M. Hum., Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M. Litt., Dr. I Wayan Suwena, M. Hum., Dr. I Wayan Suardiana, M. Hum. 

 

Ujian berlangsung lancar sekitar dua jam. Berdasarkan penilaian dewan penguji, Agung Adi dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, dengan masa mendekati empat tahun.

 

Dr. Agung Adi merupakan lulusan doktor ke-271 di Prodi Doktor Kajian Budaya atau doktor ke-190 di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya FIB Unud.


 

Promovendus Agung Adi

Konstruksi Identitas

Dalam presentasinya, Agung Adi menyampaikan, bahwa Kota Palangka Raya pada era modern telah menjadi bagian penting dalam persebaran dan perkembangan agama Hindu di Indonesia. Kota ini juga menjadi salah satu tempat yang memberikan ruang luas dalam proses konstruksi identitas kultural Hindu berdasarkan identitas etnik. 

 

“Ada tiga kelompok etnik yang menganut agama Hindu di Kota Palangka Raya, yaitu etnik Dayak atau Hindu Kaharingan, Bali (Hindu Bali), dan Jawa (Hindu Jawa),” ujar promovendus kelahiran Sukadana, Lampung Tengah, Sumatera.

 

Menurut Agung Adi, Hindu Kaharingan memiliki keunikan karena menggabungkan unsur-unsur Hindu dengan kepercayaan tradisional suku Dayak. Etnik Bali atau Hindu Bali menggunakan Kitab Suci Weda (sruti) dan turunannya (ṡmṛti) serta sumber-sumber lontar sebagai sumber utama dalam praktik keagamaan. Etnik Jawa atau Hindu Jawa mengonstruksi simbol-simbol identitas etnik yang dapat ditemukenali melalui berbagai peralatan ritual serta organisasi primordial, yaitu Paguyuban Hindu Jawi (Pandu Jawi).

 

Lebih jauh, Agung Adi menyampaikan bahwa konstruksi simbol-simbol identitas kultural Hindu berdasarkan identitas etnik yang berbeda-beda menarik untuk dikaji. “Karena secara konseptual bertalian dengan makna identitas yang juga selalu berubah, bersifat cair, secara terus-menerus dikonstruksi, direkonstruksi, dan dekonstruksi,” ujar Agung Adi. 

 

Alasan lain tentang pentingnya fenomena identitas Hindu lintas etnik ini dikaji, menurut Agung Adi, adalah karena problematika ketika berhadapan dengan konteks individu dan sosial. Di samping itu secara faktual hakikatnya telah terjadi pergulatan antarsesama pemeluk Hindu.


 

Kebaruan penelitian ini terletak pada kajiannya yang terfokus pada identitas kultural Hindu yang terkonstruksi di luar Bali, yakni di Kota Palangka Raya. Kalau selama ini, konstruksi identitas Hindu banyak diteliti dalam konteks Bali, penelitian ini menunjukkan variasi dan dinamika konstruksi identitas kultural Hindu yang berbeda-beda di berbagai daerah di Indonesia. 

 

Pengaruh Konstruksi Identitas

 

Menurut Agung Adi, berdasarkan analisis, ada dua faktor yang memengaruhi konstruksi identitas kultural Hindu, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal mencakup politik agama dan hegemoni negara, modernisasi dan globalisasi, pluralisme Hindu, proselitisasi agama, dan isu-isu Hindu mutakhir. Sedangkan faktor internal adalah strategi mempertahankan ajaran leluhur. 

 

Dinamika konstruksi identitas kultural Hindu dijelaskan berdasarkan tiga hal, yaitu, internalisasi, interaksi-relasi intern identitas Hindu, dan kontestasi. Internalisasi melalui proses sosialisasi primer maupun sekunder pada ketiga kelompok etnik memiliki perbedaan. Etnik Dayak memiliki identitas kultural Hindu yang sangat kuat dan menjadi bagian integral dari budaya mereka. Etnik Bali dan Jawa mengadopsi dan memadukan agama Hindu dengan tradisi dan budaya mereka sendiri. 

 

Interaksi-relasi intern identitas etnik Hindu secara manifes menunjukkan terjadinya proses asosiatif, saling mengakomodasi simbol-simbol identitas kultural ketiga kelompok etnik. Hal ini membentuk identitas kultural Hindu yang dinamis dan terus berkembang. Sedangkan kontestasi terjadi di wilayah internal kelompok etnik yang melibatkan pihak eksternal. Kondisi ini terjadi pada para elite Dayak-Hindu Kaharingan secara kelompok atau individu berkaitan erat dengan nilai budaya, politik, kekuasaan dan ekonomi. 

 

Selain itu, kontestasi di wilayah internal juga terjadi pada para elite Hindu Bali akibat kepentingan kekuasaan, prestise dan persoalan anasir sampradaya. Implikasi konstruksi identitas kultural Hindu telah menumbuhkan kesadaran identitas etnik, dan menguatnya integrasi, baik intra maupun antarkelompok etnik. Namun, sikap eksklusif acap kali memicu terjadinya disintegrasi sehingga polarisasi dalam masyarakat Hindu juga tidak dapat dihindari. 

 

Temuan penelitian adalah adanya strategi menuju hibridisasi budaya Hindu Nusantara, yaitu strategi elite ketiga kelompok untuk mengakomodasi, mengintegrasikan, dan membaurkan simbol-simbol identitas etnik Dayak-Hindu Kaharingan, Bali, dan Jawa. 



 

Kesan-kesan Promotor

Promotor Prof. Dr. Made Suastra, Ph.D. menyampaikan selamat atas keberhasilan dan kerja keras Dr. Agung Adi dalam penelitian, penyusunan, dan pemertahanan disertasi dalam proses ujian bertahap. “Saya berharap agar hasil disertasi ini diteruskan sehingga tidak saja bermanfaat untuk kepentingan akademik tetapi juga untuk masyarakat lebih nyata,” ujar Prof. Made Suastra.


Menurut Made Suastra, Agung Adi adalah sosok mahasiswa yang ‘align tepat’ membahas multi-identitas budaya Hindu karena Agung memiliki ciri identitas Hindu Nusantara.


 â€œAgung lahir di Lampung, sekolah sampai SMA di Lampung, menempuh perguruan tinggi S1-S3 di Bali, dan bekerja sebagai dosen di Palangkaraya. Sosoknya sendiri dan topik yang dikaji begitu berdekatan,” ujar Prof. Suastra.


Ujian promosi doktor yang dihadiri mahasiswa dan undangan akademik, ditandai dengan penyerahan sertifikat tanda kelulusan. Selanjutnya, Dr. Agung Adi akan mengikuti yudisium di tingkat Fakultas dan wisuda di tingkat Universitas Udayana yang akan berlangsung 24 Juni 2023 (dp)