Dosen Universitas Airlangga Raih Gelar Doktor Kajian Budaya



Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya,Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana kembali menyelenggarakan Promosi Doktor pada Rabu, 5 Agustus 2020. Promovenda dalam promosi kali ini adalah Dra.Sri Ratnawati, M.Si, seorang dosen dari Universitas Airlangga. Ujian dilaksanakan secara daring melalui aplikasi webex dan disiarkan secara langsung pada kanal Youtube FIB Unud pada tautan





Sri Ratnawati berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul “Kebertahanan Tradisi Ajhemo Masyarakat Branta Pesisir Pamekasan Madura” dan dinyatakan lulus dengan predikat ‘memuaskan’ .Sri Ratnawati merupakan doktor ke-97   dilingkungan Fakultas Ilmu Budaya dan Doktor ke-229 di Prodi Doktor (S3) Kajian Budaya.




Tradisi Ajhemo


Jhemo merupakan tradisi hidup sehat yang awalnya berkembang di Jawa, selanjutnya menyebar ke wilayah Madura. Di wilayah Madura, tradisi Ajhemo ini dipelajari dari orang Jawa, kemudian dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal. Hasil dari proses masuknya kearifan lokal Madura pada tradisi ini menghasilkan perbedaan jhemo asal Jawa.




Jhemo Madura secara eksplisit lebih memfokuskan pada jhemo untuk keperluan orang dewasa yang telah berumah tangga. Kemajuan ilmu pada dunia kedokteran dan sistem pengobatan modern, ternyata belum sepenuhnya mampu menggeser praktek ajhemo dalam masyarakat khususnya di kalangan masyarakat Branta Pesisir.


Di kalangan masyarakat Branta Pesisir,persepsi dan praktik ajhemo tidak hanya berkaitan dengan masalah kesehatan semata, tetapi juga memiliki makna yang sangat kompleks. Jhemo  dalam pandangan informan maupun masyarakat umum bahwa jhemo ta’pada bi’obat, jhemo benni obat (jamu tidak sama dengan obat, jamu bukanlah obat). Pemahaman ini didasarkan pada pemahaman kultur yang sudah dipahami sejak turun temurun.


Masyarakat Branta Pesisir menggolongkan jhemo dalam dua kelompok besar, yaitu jhemo celleban dan jhemo angka. Kandungan jhemo yang mengandung berbagai jenis rimpang-rimpangan seperti jahe dan laos yang mampu menghasilkan efek hangat sehingga sangat cocok untuk diminumsaat udara dingin. Jika kemudian orang-orang setempat mengatakan cocok jika dikonsumsi lelaki mungkin karena sifat jahe yang dapat meningkatkan suhu tubuh menjadi hangat dan berefek pada peningkatan gairah seksual.


Temuan Penelitian


Tradisi ajhemo tergolong seni merawat tubuh: ajhemo memiliki nilai estetis yang termaktub dalam konsep araksa aba’. Konsep ini memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk menyalurkan hasrat ajhemo sesuai dengan keinginannya. Beberapa jenis jhemo mengandung unsur kecantikan yang banyak dimanfaatkan oleh kaum perempuan.




Tradisi ajhemo termasuk ke dalam local knowladge. Tradisi ajhemo banyak mengandung pengetahuan lokal terkait dengan proses penggunaan tanaman lokal yang bermanfaat sebagai obat penyembuh. Proses ajhemo  dilakukan berdasarkan konsep athamba dan araksa. Kedua konsep tersebut menjadi tuntunan bagi mereka yang akan ajhemo. Kedua konsep tersebut kemudian melahirkan sebagai ragam jhemo sebagai nom-enoman dan tambha. Masyarakat lokal memahami cara mengoperasionalkannya sesuai dengan kebutuhannya.


Makna Disertasi


Makna disertasi disampaikan oleh kopromotorI Prof. Dr. A.A. Ngr. Anom Kumbara, M.A. Dalam sambutannya, Prof. Anom Kumbara menyampaikan ucapan selamat atas segala prestasi dan usaha yang telah dilakukan oleh Dr. Sri Ratnawati. Studi terhadap tradisi ajhemo ini merupakan studi yang sangat menarik khususnya untuk mempertahankan warisan tradisi leluhur.




Studi kearifan lokal seperti jamu ini belum banyak dikaji dari sudut pandang kajian budaya. Ini akan sangat bermanfaat bagi dunia akademik maupun dunia kesehatan. Sumbangan kajian budaya pada konteks ini adalah sebagai kontributor dalam memandang dunia kesehatan, khususnya dunia kesehatan yang berbasis budaya lokal. Sehingga bentuk-bentuk budaya lokal tidak selalu terhegemoni oleh pandangan-pandangan positifistik yang cenderung mengabaikan nilai budaya lokal.









(gita)