Dosen Universitas Hindu Indonesia Bali Meraih Doktor Kajian Budaya di Fakultas Ilmu Budaya Unud
Suasana ujian promosi doktor secara daring.
Prodi doktor Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB),
Universitas Udayana, meluluskan doktor baru atas nama Drs. Ida Bagus Suatama, M.Si., dalam ujian terbuka/
promosi doktor, Jumat, 24 April 2020, yang diselenggarakan secara daring dengan
aplikasi webex Unud.
Ujian juga disiarkan secara langsung di kanal YouTube yang bisa disimak di link ini https://youtu.be/RScNt14zvRQ.
Dosen Universitas Hindu (Unhi) Denpasar kelahiran Pejeng, Gianyar, 12 Februari 1960 itu meraih gelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam mempertahankan disertasi berjudul “Hegemoni Modernitas dalam Praktik Pengobatan Usada Bali Di Kota Denpasarâ€.
Ida Bagus Suatama dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, sebagai lulusan doktor ke-82 di FIB Unud, dan doktor ke-223 di Prodi Doktor Kajian Budaya.
Ujian promosi doktor dengan sistem daring ini merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan oleh FIB Unud di tengah kebijakan masa jeda Rektor Unud dalam situasi wabah covid-19.
Seperti halnya ujian terbuka konvensional, acara ujian terbuka secara daring juga diawali dengan menyanyikan lagu ‘Hymne Udayana’. Ujian dibuka dan dipimpin oleh Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., yang duduk di meja sidang ujian terbuka di kampus FIB, didampingi promotor dan kopromotor 1, sedangkan penguji dan undangan lainnya mengikuti secara online dari tempat terpisah.
Tim penguji terdiri dari: Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A (Promotor), Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, SU (Kopromotor 1), Dr. Ni Luh Arjani, M. Hum. (Kopromotor 2), Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M. Hum., Dr. Industri Ginting Suka, M.S., Dr. I Nyoman Sukiada, M. Hum., Dr. Bambang Dharwiyanto Putro, S.S., M. Hum., Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum.
Salah satu penguji luar adalah Dr. Mayske Rinny Liando, S.Pd., M.Pd., dari Universitas Manado, yang juga merupakan alumni doktor Kajian Budaya FIB Unud, kelulusan 2013.
Pengobatan Tradisional
Dalam presentasinya, promovendus Ida Bagus Suatama menyampaikan kajian mengenai praktik pengobatan tradisional (usada) di Bali di tengah kuatnya gelombang modernisasi.
Menurutnya, modernitas menghegemoni hampir seluruh tatanan kehidupan sosial dan budaya masyarakat, ibarat panser raksasa Juggernaut yang bergerak liar ke segala arah dan menggilas semua penghalang di depannya.
Akan tetapi, katanya, hegemoni modernitas juga mendorong munculnya gerakan posmodern yang ditandai dengan kebangkitan kebudayaan pribumi dan kesadaran sivilisasional sebagai Era Baru (New Age) peradaban.
Ida Bagus Suatama menegaskan bahwa kebangkitan peran budaya lokal telah mampu menjadi penyeimbang, bahkan kontra-hegemoni atas kemapanan modernitas. “Salah satunya tampak pada fenomena praktik pengobatan Usada Bali di Kota Denpasar,†ujar dosen yang pernah menjadi Pengurus Ikatan Pengobat Tradisional Indonesia (IPATRI) (2005—2007).
Sebagai bukti, dia menyampaikan bahwa dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2016—2021, ditemukan data jumlah pengobat tradisional (Battra) di Kota Denpasar mencapai 362 orang dengan berbagai macam keahlian.
Fenomena tersebut membuktikan bahwa pengobatan tradisional masih fungsional bagi masyarakat Kota Denpasar karena jika tidak fungsional, maka ia akan lenyap dengan sendirinya. Selain itu, fenomena ini juga membuktikan masih tingginya minat dan gairah masyarakat untuk menekuni praktik pengobatan tradisional, termasuk Usada Bali.
Temuan Disertasi
Dalam presentasinya, promovendus Ida Bagus Suatama menyampaikan tiga temuan penelitiannya. Pertama, modernitas yang ditandai rasionalitas birokrasi dan diferensiasi struktural telah mendorong para balian memasuki struktur kekuasaan modern.
Kedua, masyarakat menjadikan pengobatan Usada Bali sebagai alternatif medis modern karena masih kuatnya kepercayaan terhadap etologi sakala-niskala. Temuan ini menegaskan pendapat antropolog Inggris, Angela Hobart bahwa selama kepercayaan masyarakat Bali (Hindu) terhadap sakala dan niskala masih kuat, maka selama itu pula balian akan tetap eksis di masyarakat.
Ketiga, spiritualitas sebagai citra yang melekat pada balian menjadi instrumen yang dimobilisasi dan dinegosiasikan demi kepentingan material sehingga pelanggaran sasana balian menjadi keniscayaan.
“Hal ini mendorong pergeseran eksistensi balian dari sektor folk (tradisional) ke sektor profesional, ketika balian memosisikan diri seperti sektor-sektor profesional lainnya,†ujar Ida Bagus Suatama.
Makna Disertasi
Dalam sambutannya mengenai makna disertasi, promotor Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A. menyampaikan rasa salut atas selesainya studi promovendus yang memiliki latar belakang menarik sebagai akademisi sekaligus praktisi sebagai pengobat.
Promotor Prof.
Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A.
“Rampungnya studi ini dapat memberikan makna signifikan terhadap kedua latar belakang pribadi itu,†ujar Prof. Anom Kumbara, sekaligus sebagai Korprodi S-3 Kajian budaya.
Selain itu, Prof. Anom Kumbara juga menegaskan bahwa disertasi ini berkontribusi dalam memberikan pemahaman kritis terhadap modernitas yang biasanya dianggap menggilas budaya lokal, tetapi ternyata promovendus menunjukkan kekuatan kearifan lokal Bali dalam bidang usada di depan kuasa modernitas dan globalisasi.
Sebelumnya, dalam suasana tanya jawab, muncul pertanyaan mengenai wabah covid-19, khususnya mengenai imunitas misterius Bali karena kecilnya angka positif dan korban meninggal (dm).
UDAYANA UNIVERSITY