Dosen Universitas Negeri Medan Raih Doktor Kajian Budaya di FIB Universitas Udayana
Dosen Universitas Negeri Medan (Unimed) meraih gelar doktor Kajian Budaya di Prodi Doktor Kajian Budaya Fakultas Ilmi Budaya Universitas Udayana, setelah dinyatakan lulus dalam ujian terbuka/promosi doktor, Senin, 8 Juni 2020. Ujian dilaksanakan secara daring dengan aplikasi webex.
Syairal Fahmy Dalimunthe, S.Sos., M.I.Kom. berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Mediatisasi Politik dalam Pemberitaan Kasus Penodaan Agama oleh Ahok Di Metro Tv Dan Tv Oneâ€.
Dia dinyatakan lulus dengan predikat ’sangat memuaskan’. Kelulusannya tercatat sebagai doktor ke-226 di Prodi Doktor Kajian Budaya dan sebagai doktor ke-91 di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya.
Ujian terbuka/ promosi doktor dipimpin oleh Dekan FIB Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., dengan tim penguji terdiri dari:
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (Promotor), Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Kopromotor I), Dr. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si. (Kopromotor II), Prof. Dr. A.A. Ngh. Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum., Dr. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A., Dr. I Ketut Darmana, M.Hum.
Masalah dan Hasil Penelitian
Dalam presentasinya, Syairal Fahmy Dalimunthe memaparkan bahwa objek penelitian disertasinya adalah dua TV utama di Indonesia, yaitu TV One dan Metro TV, khususnya dalam proses bagaimana kedua TV mengkemas berita kasus penodaan agama oleh Ahok.
Secara sepsifik, penelitian Fahmy Dalimunthe bertolak dari tiga masalah, yaitu (1) Bagaimana bentuk framing dalam pemberitaan kasus penodaan agama oleh Ahok di Metro TV dan TV One?; (2) Bagaimana mediatisasi politik yang terjadi di balik framing pemberitaan kasus penodaan agama oleh Ahok di Metro TV dan TV One?; (3) Apa implikasi dari pemberitaan kasus penodaan agama oleh Ahok di Metro TV dan TV One ?
Selain mengkaji teks berita (video), Fahmy Dalimunthe juga melakukan wawancara dengan pihak
TV One dan Metro TV untuk mengklarifikasi beberapa hal untuk mendukung analisis
dan penulisan disertasi.
Dalam analisisnya, Fahmy Dalimunthe menemukan bahwa ada perbedaan kontras antara TV One dan Metro TV dalam mengkemas (framing) kasus Ahok, di mana TV One cenderung menyoroti kesalahan Ahok, sedangkan Metro TV menonjolkan sebaliknya, misalnya dengan memberitakan kesuksesan Gubernur Jakarta itu membangun ibu kota.
Contoh lain ditunjukkan ketika kedua TV meliput aksi demonstrasi di Jakarta. Metro TV meliput aspek rusaknya taman-taman di kota Jakarta akibat demonstrasi, sedangkan TV One memberitakan bahwa demonstrasi itu memberikan kesempatan kepada pedagang kecil untuk meraih rezeki.
“Perbedaan ini menunjukkan subjektivitas dan kepentingan politik pemilik masing-masing TV,†ujar Fahmy Dalimunthe.
Ketika ditanyakan apakah TV lain selain yang diteliti melaporkan kasus secara objektif atau ikut kedua arus kontras TV One dan Metro TV, Fahmy Dalimunthe menyampaikan bahwa ada beberapa media yang tampil objektif dalam pemberitaannya yaitu Kompas TV dan Berita Satu (dap).
UDAYANA UNIVERSITY