Dr. Made Netra Bahas Wacana Budaya ‘Permintaan’ dalam Bahasa Bali



Dr. I Made Netra, S.S.,M.Hum.


Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana menyelenggarakan FIB Research Talk (FReTalk), Jumat, 29 Mei 2020. Kegiatan akademik reguler ini diselenggarakan secara online menggunakan aplikasi webex.


FReTalk yang dirancang sebagai seminar bulanan FIB, pada bulan Mei ini menampilkan pembicara dosen Sastra Inggris, Dr. I Made Netra, S.S.,M.Hum. dengan makalah yang berjudul “Cultural Scripts: From Conceptualization to Operationalization with Reference to Requesting in Balinese Community”. Inti presentasinya adalah wacana budaya ‘permintaan’ dalam konteks budaya oleh komunitas Bali dalam bahasa Bali.




Program FReTalk dibuka oleh WD I FIB, I Nyoman Aryawibawa, Ph.D., Dalam sambutannya, Aryawibawa menyampaikan bahwa ini adalah kegiatan FReTalk ketiga dan merupakan kegiatan terakhir dalam semester genap 2020 ini.


“Kami menunggu partisipasi dosen-dosen FIB di semester mendatang, karena tiga pemakalah sebelumnya membahas bidang linguistik, kami harapkan di FreTalk mendatang kajian yang dibahas akan lebih beragam,” ujar Aryawibawa.


FreTalk ke-3 diikuti sampai 101 dosen FIB Unud dan peserta dari luar FIB Unud, termasuk satu peneliti dari Malaysia.


Bahasa Bisa Berkorelasi dengan Fungsi-fungsi Sosialnya

Dalam presentasinya, Dr. Netra menjelaskan bahwa ‘Cultural Scripts’ (teks atau ekspresi budaya) mengacu kepada teknik baru yang ampuh (powerful) untuk mengartikulasikan norma-norma budaya, nilai-nilai, dan praktik yang jelas, akurat, dan bisa dipahami oleh orang dalam dan orang luar dari budaya tersebut. 




 

Penelitian  Dr. Netra membahas mengenai tuturan di dalam komunitas yang ada pada masyarakat Bali. Penelitiannya terutama berkaitan dengan elaborasi norma, nilai, dan praktik dalam menyampaikan permintaan (requesting) orang Bali dalam bahasa Bali.


 

Strategi yang diterapkan adalah strategi pengamatan partisipatif di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Buleleng dan Gianyar, meskipun di kedua daerah ini memiliki bahasa yang sama tetapi pemahaman mereka tentang norma dan praktik permintaan mungkin berbeda.


 

Modus Tuturan



Ahli pragmatik mengkategorisasi tuturan ke dalam beberapa modus tuturan, ada yang deklaratif, negatif, interogatif, dan imperatif.


 

“Ketika kita menghubungkan tuturan dengan diktum maka kita akan melihat ada paradigma atau fenomena dimana tuturan yang deklaratif secara langsung berada di bawah diktum “saya menyatakan sesuatu”.


 

Tuturan interogatif secara langsung berada di bawah diktum “saya bertanya”, tuturan impertatif berada di bawah diktum “saya ingin Anda melakukan sesuatu”, tetapi juga hal ini dapat dimodifikasi sedemikian, misalnya kita bisa saja memiliki formula deklaratif secara tidak langsung dimaksudkan untuk meminta orang lain melakukan sesuatu.


 

Netra memberikan beberapa contoh ungkapan bahasa Bali yang mengandung ‘permintaan’ dengan ketiga modus tersebut. Contoh ungkapan yang mengandung modus imperatif (permintaan penting) adalah “ Ketut,          Ajak    tiuke          mai,  meme     lakar nyait  canang!” (Ketut tolong bawa pisau kemari (bersama kamu), Ibu akan membuat sesajen).


 

Contoh lain adalah ungkapan Pekak, gaenang kopi  jani, ae? (Kakek apakah sekarang hendak dibuatkan kopi?). Ungkapan ini jelas memiliki modus permintaan yang disampaikan dengan bertanya.


 

“Ini adalah ungkapan permintaan yang bersifat langsung. Permintaan dalam bahasa Bali juga bisa disampaikan dengan cara tidak langsung,” ujarnya.

 


Di akhir presentasinya, Dr Netra menyimpulkan bahwa konsep requesting (‘permintaan’) dalam bahasa Bali dapat diekspresikan dalam berbagai konsep, yang kemudian menjadi norma / nilai budaya Bali yang bisa dibedakan ke dalam dua tingkat yang berbeda, yaitu tingkat permintaan langsung dan tingkat permintaan tidak langsung.

 

Permintaan langsung dapat diekspresikan dengan mode imperatif, sedangkan permintaan tidak langsung dapat disampaikan dalam beberapa bentuk ungkapan seperti ungkapan bernada atau mengandung tag-questioning, memberikan saran,  salam, dan membuat kritik. Konsep dan praktik permintaan dapat dikonfigurasikan dengan wacana budaya dengan menggunakan kondisi jika/maka.

 

Diskusi Hangat


Sajian materi menarik ini membuat diskusi berjalan dengan hangat, dengan pertanyaan dari peserta seperti Prof. I.B. Putra Yadnya, Prof. Ni Luh Sutjiati Beratha, Dr. Nyoman Udayana, Dr. Wayan Suardiana, Dr. Nyoman Wijaya, Prof. I Wayan Pastika,  I Gede Primahadi, Ph.D., dan Dr. Ahmad Taufik Hidayah Abdullah (Malaysia).


Acara FreTalk selanjutnya dilaksanakan semester depan dengan pembicara dan topik yang akan diumumkan kemudian (dm).