Hadirkan Peneliti Dunia, Prodi Arkeologi Mengadakan Kuliah Umum dan Pameran tentang Homo Florensiensis

Pengunjung pameran.

 

Prodi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud mengadakan kuliah umum dan pameran tentang Homo Florensiensis and Early Modern Human in Flores pada Kamis, 15 Agustus 2019 di Auditorium Widya Sabha Mandala Prof Dr. Ida Bagus Mantra, kampus setempat.


Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Prodi Arkeologi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Lakehead University (Canada), dan University of Wollongong (Australia).


Peserta Melimpah


Antusias peserta kuliah umum sangat terasa dengan melimpahnya peserta yang hadir terdiri atas berbagai kalangan baik mahasiswa, dosen, peneliti, instansi pemerintah serta alumni.


Salah satu alumni arkeologi Unud, Drs. Jatmiko, M.Hum memberikan (Puslit Arkenas) menyampaikan materi tentang temuan alat-alat batu dari Situs Liang Bua.


Acara ini menghadirkan keseluruhan peneliti Situs Liang Bua di Flores yaitu Drs. I Made Geria, M.Si (Kepala Puslit Arkenas), Paige Madison (Arizona State University), Dr Thomas Sutikno (Puslit Arkenas, Univ. of Wolonggong), Drs. Jatmiko, M.Hum (Puslit Arkenas), Dr. Matthew W. Tocheri (Lakehead University, Canada), Dr. Grace Veatch (Emory University), dan Dr. Elena Essel (Max-Panck Institute, German) dengan moderator Prof Dr. I Wayan Ardika, M.A dan Dr. I Nyoman Wardi, M.Si.


Wakil Dekan Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum dalam sambutan acara ini menyampaikan acara kuliah umum sangat membantu memberikan informasi mengenai luaran hasil penelitian Sitsu Liang Bua di Flores. Dukungan yang sangat luar biasa dari para peneliti berbagai Negara juga menjadi penutup sambutannya.


Acara kuliah umum juga diikuti kegiatan pameran hasil penelitian Situs Liang Bua selama 2 hari pada 15-16 Agustus 2019 yang turut menampilkan replika rangka Homo floresiensis.

 

Arkeologi dan Sejarah Temuan Situs


Drs. I Made Geria, M.Si selaku Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional membuka acara ini sekaligus menyampaikan materi tentang kebijakan penelitian kerjasama arkeologi tingkat nasional.


Dr. Matthew W. Tocheri dari Lakehead University sedang menjelaskan bagian-bagian tulang Homo florensiensis.


Lembaga pusat memiliki regulasi penelitian kerjasama dengan peneliti-peneliti asing yang tertarik terhadap kearkeologian Indonesia dan dimungkinkan keterlibatan kampus.


Kegiatan ini merupakan bagian dari publikasi hasil penelitian, seperti halnya kegiatan “Rumah Peradaban” yang dilakukan oleh peneliti-peneliti Balai Arkeologi di seluruh Indonesia.


Paige Madison dari Arizona State University membawakan materi tentang sejarah ilmu pengetahuan dan penemuan, mengungkapkan bagaimana cara kerja peneliti dalam menemukan temuan-temuan yang spektakuler hingga sampai pada kita. Penelitian arkeologi memiliki metode yang berbeda tetapi juga perlunya dukungan ilmu-ilmu lain untuk mengungkap setiap temuan.


Buka Wawasan Peserta


Penyampaian materi tentang Arkeologi di Liang Bua oleh Dr Thomas Sutikno dari Puslit Arkenas sekaligus pengajar di University of Wolonggong semakin membuka mata peserta, bagaimana sejarah penemuan Situs Liang Bua hingga ditemukannya spesies manusia modern Homo Florensiesis, Stegodon kecil, tikus raksasa, bangau Nazar, dan komodo.


Tahapan demi tahapan yang panjang dan tingkat kesulitan dalam penggalian menjadi kendala utama penelitian terutama menembus lapisan kapur setebal 2 meter yang menghalangi lapisan tanah. Kedalaman kotak ekskavasi hingga 7 meter juga menjadikan tim menyiasati cara penggalian, ungkapnya.

 

Temuan Menggemparkan Dunia


Temuan alat-alat batu pendukung manusia Homo floresiensis juga disampaikan secara detail oleh Drs. Jatmiko, M.Hum dari Puslit Arkenas. Batu-batu hasil pemangkasan tersebut dipangkas sehingga menghasilkan tajaman yang digunakan untuk berbagai fungsi. Temuan flakes yang merupakan serpihan batu digunakan juga sebagai penyayat daging banyak ditemukan di lapisan yang sama.


Lebih menarik ketika Dr. Matthew W. Tocheri  dari Lakehead University, Canada yang khusus meneliti evolusi manusia menyampaikan bahwa Homo florensiensis yang berusia 60 ribu tahun lalu merupakan spesies yang berbeda dengan manusia modern dan  Homo erectus.


Individu yang memiliki tinggi hanya 106 cm ini (sering disebut Hobbit) menggembarkan dunia khususnya pengkajian evolusi manusia dan migrasinya. Disertai dengan membawa cetakan 3D tulang rangka, Matthew menunjukkan masing-masing bagian tulang dan menjelaskan perbedaannya dengan manusia modern.


Dr. Grace Veatch dari Emory University, lebih terkenal dengan sapaan Miss Tikus mengungkap adanya temuan ratusan ribu fragmen tulang dan sebagian sudah diidentifikasi. Temuan yang menarik yaitu keragaman temuan tulang tikus di Situs Liang Bua dari yang kecil hingga sebesar kucing.


Pengunjung pameran.


Tikus-tikus tersebut merupakan salah satu konsumsi Homo floresiensis. Bahkan. hingga sekarang tikus terbesar tersebut masih sering diburu oleh masyarakat sekitar situs.


Tampil terakhir Dr. Elena Essel dari Max-Planck Institute, German menyampaikan tentang metoda pencarian DNA kuno. Berdasarkan riset diketahui bahwa semua manusia memiliki DNA orang Afrika Kuno sehingga disepakati bahwa manusia modern awal berasal dari Afrika. Untuk DNA Homo floresiensis hingga saat ini masih berusaha dicari untuk mengetahui jalur migrasi da asal usulnya.


Kerja Sama


Pada kesempatan yang berbeda, I Made Geria menyampaikan perlunya kerjasama yang berkelanjutan untuk tahun kedepannya bukan hanya kuliah umum hasil penelitian tetapi dapat melibatkan dosen dan mahasiswa dalam penelitiannya.


Senada dengan pernyataan tersebut, Thomas Sutikno berhadap bahwa kegiatan semacam ini dapat memberikan dampak akademis dan mampu memberikan kontribusi dalam akreditasi program studi (Roctri Agung Bawono).