Kukuhkan Tiga Guru Besar Baru, FIB Unud Kini Miliki 24 Guru Besar
Foto bersama Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU dan para Guru Besar yang dikukuhkan (Foto: Ayu Candra)
Universitas Udayana menggelar Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Tetap pada Sabtu, (10/12) bertempat di Auditorium Widya Sabha Kampus Jimbaran. Terdapat delapan Guru Besar yang dikukuhkan, yaitu satu orang dari Fakultas Teknik, satu orang dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, satu orang dari Fakultas Kedokteran, satu orang dari Fakultas Pariwisata, satu orang dari Fakultas Hukum, dan tiga orang dari Fakultas Ilmu Budaya. Dengan dikukuhkannya tiga Guru Besar baru, jumlah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya kini bertambah menjadi 24 orang.
Ketiga Guru Besar dari Fakultas Ilmu Budaya, yaitu Prof. Dr. Drs. I Made Rajeg, M.Hum., Prof. Dr. Dra. Ni Made Dhanawaty, M.S., Prof. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., (Foto : Ayu Candra)
Ketiga Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya yang dikukuhkan masing-masing adalah Prof. Dr. Drs. I Made Rajeg, M.Hum., sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Linguistik dengan orasi ilmiah Metafora Sehari-hari di Masyarakat: Kajian Metafora Kognitif, Prof. Dr. Dra. Ni Made
Dhanawaty, M.S., sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Linguistik dengan orasi ilmiah Akomodasi Linguistik sebagai Strategi Komunikasi dalam Interaksi Sosial, dan Prof. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Linguistik dengan orasi ilmiah Sosiokultural dan Sosiopolitik terhadap Dinamika Penggunaan Bahasa: Pendekatan Linguistik.
Orasi Ilmiah oleh Prof. Dr. Drs. I Made Rajeg, M.Hum., (Foto: Ayu Candra)
Prof. Dr. Drs. I Made Rajeg, M.Hum., dalam orasinya menyatakan bahwa metafora emosi, amarah, atau kemarahan dalam bahasa Indonesia direpresentasikan dengan metafora linguistik yang didukung oleh berbagai macam metafora konseptual. Beliau juga menegaskan beberapa aspek yang diamati dalam metafora amarah adalah intensitas, kendali, dan kepasrahan, “Aspek-aspek yang diamati dalam metafora amarah adalah aspek intensitas atau naik turunnya emosi, aspek kendali atas emosi, dan aspek kepasrahan seorang terhadap emosi atau kekuatan emosi amarahâ€-terangnya.
Orasi Ilmiah oleh Prof. Dr. Dra. Ni Made Dhanawaty, M.S., (Foto : Ayu Candra)
Prof. Dr. Dra. Ni Made Dhanawaty, M.S., dalam orasi ilmiahnya banyak memberi masukan tentang komunikasi antar kelompok di daerah transmigrasi. Masukan tersebut untuk menciptakan harmoni di tengah-tengah masyarakat yang beragam karena banyaknya kegiatan kooperatif yang berlangsung secara berkesinambungan dari waktu ke waktu yang menyebabkan hubungan antar etnik bersifat inklusif di Bali. “Kita orang Bali semangat sekali belajar bahasa lain, tapi orang lain tidak terlalu semangat belajar bahasa Bali, mereka hanya menggunakan beberapa patah kata saja, dan sebenarnya menarik sekali ketika ada konvergensi antar kelompok karena ada yang disebut sebagai great country bukan hanya big country karena menerapkan mutual akomodasi. Mereka saling berkonvergensi satu sama lain. Dalam arti bahwa dalam sebuah tempat, ada orang lain di tempat itu, dan bahwa dalam sebuah tempat, semua orang akan bisa menjadi pemenang†– terangnya
Orasi Ilmiah oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., (Foto : Ayu Candra)
Prof. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., dalam orasi ilmiahnya membahas mengenai pengaruh sosiokultural dalam dinamika penggunaan bahasa serta konstruksi bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh bahasa bali. Selain itu, relativitas bahasa juga menyebabkan setiap daerah dan setiap tempat memiliki cara pandang yang berbeda terhadap bahasa. Oleh karena itu, bahasa-bahasa di seluruh dunia, akan memiliki persamaan dan perbedaan, contohnya bahasa Indo-Eropa yang memiliki tenses, sedangkan di Indonesia, bahasa-bahasa menunjukan waktu dengan menggunakan adverbial dan adverbia temporal. “Dalam peta kita bisa melihat bahwa semakin ke barat bahasa-bahasa di Indonesia memiliki banyak sekali afiks, jadi kaya akan afiks. Tapi, semakin ke timur semakin sedikit afiks yang dimiliki oleh bahasa tersebut bahkan tidak memiliki afiksâ€- terangnya.
Penyampaian uraian dari rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU (Foto: Ayu Candra)
Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU dalam paparannya menyampaikan bahwa dengan penambahan delapan Guru Besar ini, kini Unud memiliki 190 orang Guru Besar atau sebanyak 14% dari total 1.406 Dosen Tetap PNS yang ada di Universitas Udayana. Hal ini menandakan bahwa Unud telah melampaui target dari Kementerian, yakni minimal 10 persen. “Posisi ini bukan berarti aman untuk kita, karena tentunya akan ada juga yang purna tugas. Hal ini menjadi tantangan dan dorongan bagi dosen yang memiliki jabatan Lektor dengan gelar Doktor yang saat ini jumlahnya sebanyak 148 orang dan Lektor Kepala sebanyak 236 orang. Kita terus mendorong agar capaian Guru Besar terus bertambah, harapannya semua dapat berproses dan dikukuhkan menjadi Guru Besarâ€-terangnya. (hnw)
UDAYANA UNIVERSITY