Mengkaji Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengambangan Pariwisata, Mangido Nainggolan Raih Doktor Kajian Budaya
Program Doktor (S3) Kajiian Budaya kembali menggelar ujian terbuka pada hari Jumat, & Agustus 2020 dengan promovendus Mangido Nainggolan, SPAK., M.Si. Ujian dilakukan secara daring dan disiarkan secara langsung pada akun Youtube FIB Unud di link
Ujian terbuka dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. Mangido Nainggolan berhasil mempertahankan disertasi dengan judul “Keterpinggiran Kebudayaan Batak Toba dalam Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Toba Samosirâ€, dan dinyatakan lulus dengan predikat ‘Sangat Memuaskan’.Mangido Nainggolan menjadi doktor ke-98 di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya serta merupakan Doktor ke-230 di Prodi Doktor (S3) Kajian Budaya.
Keterpinggiran Budaya BatakToba
Perkembangan pariwisata Kawasan Danau Toba (KDT) secara khusus di Kabupaten Toba Samosir terutama sejak tahun1990-an hingga sekarang masih stagnan. Hal itu berawal dari kondisi politik dan keamanan dalam negeri yang labil, dan diperparah dengan minimnya atraksi budaya, kurang seriusnya pemerintah daerah dalam melestarikan dan mengelola cagar budaya sebagai peninggalan leluhur. Fakta-fakta inilah yang menjadi wujud dan bentuk yang mengindikasikan bahwa pengelolaan pariwisata Toba Samosir belum mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal yang melekat dalam kebudayaan masyarakat setempat. Keadaan ini justru menimbulkan konflik di antara sesama penganut kebudayaan yang berada di sekitar destinasi pariwisata.
Keterpinggiran kebudayaan Batak Toba pada prinsipnya telah merambah keseluruhan aktifitas kehidupan masyarakat Batak Toba. Realitas itu tampak dengan merebaknya budaya Hipermodern, terlantarnya benda warisan budaya, terjadinya negasi terhadap hak ulayat atas tanah masyarakat adat. Muncul pula praktek pelecehan terhadap identitas masyarakat hukum adat serta meluasnya praktek modernisasi musik dan Ulos tradisional Batak Toba.
Penyebab keterpinggiran kebudayaan Batak Toba adalah sebagai akibat dari adanya monopolisme kekuasaan dari para pemegang kekuasaan, mereka menganggap bahwa mereka adalah pemilik tunggal kekuasaan sehingga kerap menimbulkan konflik berkepanjangan. Menguatnya fenomena tarik menarik pengaruh dominasi adat dan agama, keduanya mengklaim berada pada posisi yang paling benar.
Keterpinggiran kebudayaan Batak Toba dalam pengembangan pariwisata juga disebabkan oleh terjadinya inkonsistensi terhadap penerapan model Pentahelix dalam upaya perumusan dan realisasi program pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Implikasi yang ditimbulkan oleh terpinggirnya kebudayaan Batak Toba dalam pengembangan pariwisata diKabupaten Toba Samosir adalah melemahnya pemaknaan nilai-nilai kebudayaan Batak Toba terhadap pemilik kebudayaan itu sendiri.
Makna Disertasi
Makna disertasi disampaikan oleh Promotor Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Dalam sambutannya Prof. Ardika,mengucapkan selamat kepada Mangido Nainggolan telah mampu melalui semua tahap pendidikan hingga pada jalan terkahir ini. Pengembangan pariwisata di sekitar Danau Toba masih sangat perlu untuk dikembangkan lebih serius. Kesadaran masyarakat akan pengembangan dunia pariwisata tampaknya masih kurang, dan masih terlihat banyaknya konflik kepentingan diantara pihak penyokong destinasi wisata tersebut.
Prof. Ardika berharap bahwa Dr. Mangido Nainggolan tidak berhenti melakukan penelitian serta mengembalikan seluruh pengetahuannya untuk mengembangkan dunia pariwisata di sekitar DanauToba. Sebab hal ini akan menjadi satu kontribusi besar bagi dunia pariwisata di Indonesia jika kawasan Danau Toba dapat dikelola dengan lebih baik. (gita)
UDAYANA UNIVERSITY