Nirwan Raih Gelar Doktor Linguistik dengan Kajian Tuturan Peminangan Masyarakat Pakkado
Program Studi Doktor
(S3) Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana kembali
menyelenggarakan Promosi Doktor dengan promovendus Nirwan, S.Pd., M.Hum., Jumat,
28 Juli 2021 secara semi daring di ruang Ir. Soekarno kampus setempat serta
melalui aplikasi Cisco Webex.
Dekan FIB, Dr. Sri Satyawati, memimpin sidang
Ujian
terbuka dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri
Satyawati, S.S., M.Hum. Made Dwitayasa berhasil mempertahankan
disertasinya yang berjudul “Tuturan
Peminangan Masyarakat Pakkado: Kajian Antropolinguistikâ€. Setelah melalui ujian
terbuka, Nirwan dinyatakan lulus dengan predikat “Sangat Memuaskanâ€.
Ia merupakan Doktor ke-136 di lingkungan FIB Unud
dan Doktor ke-190 di lingkungan Prodi S3 Linguistik.
Tutur Peminangan
Dalam kebudayaan masyarakat Pakkado, siala merupakan salah satu fase yang harus dilalui setiap orang jika ingin membangun kehidupan bersama dalam rumah tangga. Dalam kaitannya dengan tahapan pelaksanaan, budaya siala masyarakat Pakkado dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu messisi’, melamar, mangakka dan siala atau nikka. Siala adalah peristiwa sakral yang sangat kompleks.
Siala merupakan tahapan akhir dari penyatuan
dua manusia yang akan hidup bersama. Keduanya telah diikat oleh janji-janji
pernikahan, yaitu hidup harmonis dan mendapatkan keturunan. Beberapa
tahapan siala mengandung aktivitas berbicara yang penting. Tuturan yang diproduksi melalui kegiatan
tersebut menjadi fokus utama analisis.
Karakterisitik tuturan muncul melalui pemakaian bahasa metaforik,
paralelistik, deiksis dan entekstualisasi. Metafora yang digunakan diambil dari
nama hewan dan bagian-bagian rumah (alam). Dalam tuturan ini, paralelsime hanya
bermain pada level semantis, lewat repitisi kata yang berbeda tetapi memiliki
makna yang sama. Ciri yang mendominasi tuturan peminangan adalah pemakaian
deiksis. Dua penutur yang terlibat menggunakan kata-kata deiksis dengan
intensitas yang cukup tinggi. Ciri lain yang ditemukan adalah proses
entekstualisasi dengan cara mengutip langsung beberapa kalimat-kalimat leluhur
sebagai pegangan yang menyatukan kedua penutur.
Penutur melihatkan
permainan peran yang dialektis lewat proses entekstualisasi teks. Aktor sosial
atau penutur yang terlibat berbicara memainkan dua suara ‘double voice’. Suara
pertama adalah suara leluhur melalui kutipan yang diucapkan ‘mappoli’ lolo
bojo’. Suara kedua adalah suara yang bertanggung jawab atas seluruh inti
pembicaraan dalam peristiwa peminangan. Ketiga, suara penutur sendiri yang
bertanggung jawab atas kata-katanya sendiri.
Tuturan peminangan
memberi semacam pelajaran, khsusnya mengenai cara berkomunikasi. Di dalam
berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, atau terhadap orang yang lebih muda
atau setara ada isyarat bahasa yang digunakan sebagai bentuk kesantuan,
egaliter dan isyarat yang menandakan superioritas penutur.
Temuan Disertasi
Penelitian ini
menghasilkan dua temua. Temuan teoretis dan praktis. Secara teoretis Pertama, melihat
tuturan peminangan yang lebih banyak didominasi oleh pemakaian deiksis
menunjukkan bahwa fungsi bahasa bukan saja sebagai‘ refresentasi/perwakilan
fikiran ‘stand for’ tetapi juga
sebagai alat untuk menunjuk realitas yang ada diluar fikiran ‘pointing’. Kedua, tuturan peminangan memperluas teori paralelisme yang
diajukan oleh fox. Ketiga, mengembangkan konsep
dialogisme yang diajukan Bakhtin.
Secara praktis Pertama, hasil penelitian memperlihatkan tuturan peminangan memiliki ciri-ciri
yang beragam. Ciri
ini menjadi kekayaan teks. Kedua, penelitian ini melalui dialektika tuturan memperlihatkan
permainan peran yang dialektis. Ketiga, penelitian ini juga memperlihatkan tuturan peminangan
memperlihatkan pemakaian honorifik.
Makna Disertasi
Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. selaku
promotor menyampaikan makna disertasi. Prof. Simpen menyampaikan selamat kepada
Dr. Nirwan yang telah berhasil menyelesaikan seluruh tahapan pendidikannya.
“Siala adalah aktifitas budaya yang di dalamnya
terdapat tuturan bahasa yang sangat penting artinya, tidak saja untuk
masyarakat Pakkado, tapi juga untuk bangsa Indonesia.†Ungkap Prof. Simpen.
Kedepannya perlu dipertimbangkan kajian
Antropolinguistik digandengkan dengan kajian ekolinguistik. Penelitian ini
menunjukkan gejala penelitian baru serupa ini masih sangat perlu
dipertimbangkan kedepannya. (GP)
UDAYANA UNIVERSITY