Program Studi Ilmu Sejarah FIB Unud Gelar Kuliah Umum dan Workshop Bertema “Islam dan Identitas Sejarah Indonesia Kontemporer”
Mengawali perkuliahan semester genap, Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana melaksanakan Kuliah Umum dan Workshop dengan pembicara dari Universitas Indonesia. Kegiatan bertema “Islam dan Identitas Sejarah Indonesia Kontemporer” ini dilaksanakan secara online, melalui zoom meeting, pada 7 Maret 2025 pukul 09.00 - 12.00 WITA. Dr. Abdurakhman, M.Hum., sejarawan dari Universitas Indonesia menjadi pembicara didampingi oleh Prof. Dr. Drs. I Putu Gede Suwitha, S.U. sebagai penanggap. Hadir pula Dekan FIB Unud, Koordinator Program Studi Ilmu Sejarah, para dosen di lingkungan FIB, dan mahasiswa Ilmu Sejarah dari angkatan 2022 hingga 2024.
Anak Agung Inten Asmariati, S.S., M.Si., Koordinator Program Studi Ilmu Sejarah menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran pembicara, penanggap, dekan, serta para dosen dan mahasiswa. Beliau menjelaskan bahwa tujuan workshop ini diadakan adalah sebagai wadah diskusi bagi para mahasiswa, terutama untuk yang sedang menyiapkan ujian akhir. Sehingga, beliau berharap bahwa mahasiswa yang hadir baik angkatan 2022, 2023, maupun 2024 dapat menggunakan kesempatan kali ini untuk bertanya dan berdiskusi langsung dengan pembicara dan penanggap yang menguasai bidangnya.
Dekan FIB Unud, I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D., mengakui bahwa Bali yang masyarakatnya mayoritas beragama Hindu, tetap memiliki komunitas-komunitas Islam yang unik dan menarik, seperti Desa Pegayaman di Singaraja. Beliau menyampaikan rasa terima kasih kepada narasumber ahli, serta kepada koordinator program studi Ilmu Sejarah yang telah mengadakan Kuliah Umum dan Workshop ini. Menurut beliau, kegiatan seperti ini ideal karena melibatkan mahasiswa di dalamnya, sehingga manfaat capacity building tersalurkan juga kepada mahasiswa. Beliau menutup sambutan dengan mengutip ungkapan dari Martin Luther King, Jr. yang berbunyi “Kita tidak pernah membuat sejarah, tapi kita akan menjadi produk sejarah.”
Selepas acara dibuka resmi oleh Dekan FIB Unud, Dr. Abdurakhman, M. Hum., pun memulai sesi materi. Beliau menyatakan bahwa manusia tidak menciptakan sejarah, namun menjadi bagian, merefleksikan, dan memaknai sejarah. Bagi umat Islam, agama Islam bukan hanya sekedar ritual yang dilakukan setiap hari, namun juga pedoman hidup yang membimbing dalam setiap bidang. Jika pada zaman dahulu istilah “jihad” merujuk pada bagaimana semangat para muslim membela agama di medan perang, maka zaman sekarang “jihad” dapat diartikan sebagai keseriusan umat muslim dalam hidup di dunia dengan berpegang pada nilai-nilai agama.
Terkait dengan pemahaman “jihad” tersebut, dapat terlihat, di wilayah tertentu, seperti Provinsi Aceh, terdapat penerapan hukum syariah yang berakar pada tradisi Islam lokal. Selain daripada itu, Islam juga memegang peran penting sebagai identitas politik di Indonesia. Hal tersebut terlihat dalam berbagai bentuk gerakan sosial maupun pengadaan MTQ, salah satunya oleh Presiden Soeharto. Lebih lanjut, di era kontemporer, muncul pula partai-partai Islam seperti PK(S), PAN, atau PKB di Indonesia.
Prof. Dr. Drs. I Putu Gede Suwitha, S.U., salah satu guru besar di Prodi Ilmu Sejarah yang menjadi penanggap pada workshop kali ini menjelaskan paradox Islam di Indonesia. Ketika pusat kekuasaan Islam di Malaka jatuh, justru mulai berkembang kerajaan-kerajaan Islam di nusantara dari Aceh hingga Makassar. Dari paradox ini, Islam mulai dijadikan sandaran utama raja-raja, termasuk di Bali. Kebutuhan para raja di Bali terhadap aturan-aturan Islam ini yang mengawali masuknya Islam ke Bali pada zaman majapahit. Faktor fungsional Islam di Bali menjadi awal menyebarnya penduduk beragama Islam, yang kemudian menumbuhkan toleransi aktif. Sebagai contoh, apabila umat Hindu melaksanakan upacara keagamaan, umat Islam turut membantu menjaga agar upacara terlaksana dengan lancar. Sebaliknya, apabila umat Islam merayakan Idul Fitri atau Idul Adha, maka pecalang-pecalang Bali turut membantu berjaga.
Moderator kemudian melanjutkan acara dengan sesi tanya jawab dan diskusi yang ramai diikuti tidak hanya oleh mahasiswa namun para dosen pula. Beberapa mahasiswa turut menyampaikan topik ujian akhir mereka dan meminta tanggapan atau saran baik dari pembicara maupun penanggap. Salah satu pertanyaan ialah mengapa mobilisasi atas dasar agama lebih efektif dari mobilisasi atas dasar nasionalisme. Menurut Dr. Abdurakhman, M. Hum., pelaku aktif dari sejarah adalah manusia dengan identitas dan identitas paling kuat serta dekat dengan manusia adalah agama.
Tidak peduli agama apapun, terdapat unsur “ashabiyah” yang merujuk pada semangat yang mengikat satu kelompok, di dalamnya. Oleh karena itu, agama terkadang memberi rasa kebersamaan dan daya tahan yang lebih kuat pada suatu kelompok. Pertanyaan tersebut sekaligus menutup sesi pemaparan materi pada Kuliah Umum dan Workshop yang diadakan oleh Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana hari ini. Acara diakhiri dengan penyerahan sertifikat dan foto bersama secara daring. (Frans)
UDAYANA UNIVERSITY