Seminar Bahasa dan Budaya V Fakultas Ilmu Budaya Unud Diikuti 40 lebih Pemakalah


Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, M.Hum., saat membuka seminar.



Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana menyelenggarakan Seminar Nasional Bahasa dan Budaya (SNBB) V dengan tema “Penguatan Karakteristik Bahasa dan Budaya dalam Era Kebiasaan Baru, secara daring Kamis 5 November 2020.

 

Hadir sebagai pembicara kunci pada seminar kali ini yaitu Totok Suhardijanto, M.Hum.,Ph.D. (Universitas Indonesia), dan pembicara utama adalah Prof. Dr. I Putu Gede Suwitha, S.U (Universitas Udayana).

 

Pemakalah pendamping disampaikan oleh 40 orang pemakalah yang terdiri dari dosen, peneliti, praktisi, akademisi, karyasiswa, dan mahasiswa baik dari Universitas di Bali maupun luar Bali. Seminar ini juga dihadiri secara daring oleh kurang lebih 80 orang peserta.

 Moderator pada seminar kali ini adalah Dr. Ni Ketut Widhiarcani Matradewi, M.Hum.

 



Moderator Dr. Ni Ketut Widhiarcani Matradewi, M.Hum.

 

Menghadapi tantangan di Era Kebiasaan Baru


Ketua Panitia, Dr. Ni Ketut Puji Astiti Laksmi, M.Si. dalam laporannya menyatakan bahwa seminar ini merupakan ajang mengasah kemampuan ilmiah serta melahirkan gagasan-gagasan cemerlang terutama dalam upaya menghadapi tantangan di era kebiasaan baru, khusunya di bidang bahasa dan budaya.


Ketua Panitia, Dr. Ni Ketut Puji Astiti Laksmi, M.Si.


Dekan FIB, Dr. Made Sri Satyawati, M.Hum. dalam sambutanya mengharapkan agar seminar ini dapat memfasilitasi sivitas akademika untuk mendeseminasikan hasil-hasil penelitiannya.

 

“Selain itu, hal yang paling utama adalah kita dapat menimba ilmu terutama dari pemakalah kunci dan pemakalah utama sehingga penguatan karekteristik hasil-hasil penelitian bahasa dan budaya dapat dibangun dan tercirikan dalam setiap kajian di FIB Unud,” ungkap Dekan.

 

Bahasa dan Pandemi


Pembicara kunci, Totok Suhardianto, M.Hum.,Ph.D. membawakan materi yang berjudul “Bahasa dan Pandemi: Bagaimana Teknologi Informasi dan Kebiasaan Baru Berinteraksi Mengubah Bahasa”.



Totok Suhardianto, M.Hum.,Ph.D.

 

Bahasa berubah dan beradaptasi mengikuti realitas dan lingkungan baru, begitu juga ketika Pandemi COVID-19 merebak. Menurut dosen Universitas Indonesia ini banyak faktor yang memengaruhi bahasa, antara lain pengaruh sosial, budaya, dan politis, termasuk pandemi virus korona yang membawa kebiasaan baru.

 

Adaptasi populasi manusia terhadap kenormalan baru akan berakibat pula pada kemunculan bahasa sebagai hasil adaptasi baru.


“Jika masa lalu, perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu puluhan bahkan ratusan tahun, kini dengan kehadiran tekhnologi informasi dan komunikasi, perubahan itu dapat terjadi dalam hitungan waktu yang lebih singkat,” jelasnya.

 

Melalui penelitian yang dilakukan oleh Totok Suhardijanto terlihat bahwa perubahan sedang terjadi pada bahasa dan komunikasi pada era kebiasaan baru dan teknologi informasi berperan dalam perubahan tersebut.

 

Bahasa dan Kekuasaan


Pembicara utama, Prof. Dr. I Putu Gede Suwitha, S.U. membawakan materi yang berjudul “Bahasa dan Budaya dalam Era Kebiasaan Baru”.



Prof. Dr. I Putu Gede Suwitha, S.U.

 

Penelitian dari Prof Suwitha mengungkapkan fenomena bahasa dan kekuasaan dalam hubungan dengan penyebaran Covid-19.


“Pemerintah dan kalangan pers (media sosial), sering kali mengeluarkan ujaran-ujaran kebahasaan, yang bertolak belakang dengan usaha menghentikan virus ini”.


Dalam studinya, Prof Suwitha mempergunakan metode sejarah dengan kerangka teori hegemoni ujaran melalui kekuatan bahasa.

 

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebelum ditemukannya vaksin antivirus yang benar-benar mujarab, diusahakan penyembuhan secara sosial. Dalam hal ini pemerintah menggagas kehidupan “berdamai dengan Covid 19”, sambil mengerem perluasan pandemi dengan melakukan protokol kesehatan dengan ketat (dm).