Seminar Linguistik Mahasiswa Prodi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Unud Angkat Isu Aktual tentang Bahasa Bali


 

Narasumber Ni Putu Ayu Suaningsih sedang menyampaikan materi.


Hari Jumat, tanggal 20 Desember 2019 mahasiswa Program Studi Sastra Bali FIB Unud
 semester V yang menekuni konsentrasi linguistik menggelar Seminar Linguistik. Acara yang dilaksanakan di Ruang Ir. Soekarno Gedung Poerbatjaraka Kampus Nias tersebut mengangkat isu-isu aktual tentang bahasa Bali baik dalam bentuk tuturan lisan, aksara, maupun kebijakan pemerintah tentang perencanaan bahasa Bali saat ini.

 

Sebelum seminar, para mahasiswa yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut telah dibekali pengetahuan teoretis di kelas Seminar Linguistik termasuk melakukan observasi secara langsung ke lapangan untuk bersentuhan langsung dengan objek bahasa yang digarapnya.


Foto dosen Sastra Bali IKN Sulibra ketika memberi masukan dan suasana seminar.

 

Apresiasi Tinggi

 

Koordinator Program Studi Sastra Bali, Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum. dalam sambutannya menyatakan apresiasi yang tinggi terhadap acara seminar yang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan gagasan-gagasan kritisnya itu.



 Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum sedang memberikan sambutan.


“Sudah saatnya mahasiswa Prodi Sastra Bali tampil untuk merespon berbagai isu mutakhir perkembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali. Dengan bekal teori dan penelitian langsung ke lapangan, pandangan mereka tentu memiliki kadar keilmiahan yang penting dipertimbangkan untuk mengetahui realitas bahasa Bali saat ini,” ujar Koordinator Prodi Sastra Bali yang baru dilantik tahun 2019 ini dengan semangat memberi nasihat kepada para peserta.

 

Empat Narasumber

 

Seminar Linguistik yang sudah dilakukan dua kali di tahun 2019 ini menghadirkan empat orang mahasiswa sebagai narasumber. Mahasiswa tersebut adalah Ni Putu Ayu Suaningsih, Ni Putu Asri Ranaswari, Made Krismantara Putra Adi Taruna, dan I Dewa Ayu Widya Utami.


Narasumber Ni Putu Asri Ranaswari sedang menyampaikan materi.


Ni Putu Ayu Suaningsih mempresentasikan hasil penelitiannya tentang kesantunan berbahasa dan humor dalam video-video berbahasa Bali karya Puja Astwa. Dengan menganalisis bahasa Bali yang digunakan dalam video-video karya Puja Astawa, ia mengungkap bahwa potensi bahasa Bali sejatinya sangat tinggi untuk dimanfaatkan dalam berkreativitas di dunia digital.

 

Puja Astawa yang berkreativitas dengan bahasa Bali terbukti mencuri perhatian masyarakat Bali, bahkan ada video yang ditonton lebih dari satu juta pemirsa. Ia menegaskan bahwa bahasa Bali dan kegagalan pragmatik serta pelanggaran maksim kesantunan adalah kunci di balik kesuksesan karya-karya Puja Astawa.

 

 

Narasumber I Dewa Ayu Widya Utami sedang menyampaikan materi.



Berbeda dengan rekannya, I Dewa Ayu Widya Utami mencoba menganalisis hubungan bahasa dengan religiusitas. Dengan mengambil objek teks gending Sang Hyang Jaran yang eksis di wilayah Padang Tegal, Ubud, Gianyar, peneliti menemukan bahwa nyanyian berbahasa Bali tersebut memiliki struktur berupa pangalem Ratu Agung ‘permohonan kepada Ratu’ agar berkenan turun ke dunia lalu menari di atas bara api.

 

Salah satu aspek sentral yang dapat menimbulkan sugesti magis dalam gending Sang Hyang Jaran menurutnya adalah repetisi atau pengulangan pada bagian-bagian teks.

 

Widya berhasil mengungkap kesucian Kuda Ucchaisrawa yang muncul bersama setelah pemutaran Gunung Mandara Giri sebagai dasar keyakinan bahwa Tari Sang Hyang Jaran bagi sebagian guyub kultur sebagai penolak bala.

 

Seminar linguistik yang juga dihadiri oleh dosen-dosen sastra Bali seperti Dra. TIA Mulyawati R, M.Si., Dr. Putu Sutama, M.S., Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum., dan I Gede Gita Purnama AP., S.S., M.Hum., tersebut juga membahas kebijakan bahasa Bali yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali melalui Pergub No. 80 tahun 2018.

 

Narasumber Made Krismantara Putra Adi Taruna sedang menyampaikan materi.


Made Krismantara Putra Adi Taruna yang membahas penerapan Dina Wrehaspati Mabasa Bali sebagai implementasi Pergub No. 80 tahun 2018 menemukan bahwa kebijakan itu belum terealisasi secara maksimal. Dengan mengambil data di Kantor Gubernur Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, PT. Pos Indonesia dan yang lainnya, ia mendapatkan fakta bahwa belum semua aktivitas pelayanan publik pada hari Kamis menggunakan bahasa Bali. Hal itu disebabkan oleh sejumlah faktor yang di antaranya adalah ketakutan menggunakan bahasa Bali karena memiliki sor-singgih basa.

 

Di pengujung presentasinya Ia menyarankan agar ada panduan yang disusun sebagai pegangan untuk melakukan pelayanan menggunakan bahasa Bali sebagai penunjang Pergub.

 

Aturan Penulisan Papan Nama

 

Topik yang berkaitan dengan implementasi Peraturan Gubernur Bali No. 80 tahun 2018 juga dibahas oleh Ni Putus Asri Ranaswari terutama mengenai aturan penulisan papan nama pada instansi pemerintah dan suasta di lingkungan Niti Mandala Renon, Denpasar. Dari analisis yang dilakukannya dengan menggunakan 30 contoh papan nama, 27 di antaranya masih terdapat kesalahan.



 Moderator Putu Eka Guna Yasa ketika memandu acara.


Kesalahan itu terletak pada aturan tentang penulisan kata, aksara arda suara, rangkepan wianjana, aksara anceng, dan akronim.

 

Asri menyatakan gagasan pemerintah yang mengeluarkan Pergub itu patut diapresiasi. Akan tetapi, Ia juga menyarankan agar ada petunjuk teknis penulisan papan nama beraksara Bali pasca penerbitan Peraturan Gubernur No. 80 tahun 2018 itu. Dengan demikian, kesalahan penulisan papan nama dapat diminimalisasi.


Suasana Persiapan Seminar.


Diskusi yang berlangsung selama dua setengah jam tersebut diikuti penuh semangat oleh seluruh seluruh mahasiswa Sastra Bali, perwakilan Himaprodi, Alumni, dan masyarakat umum. Dua dosen Sastra Bali yaitu Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum., dan Dr. Putu Sutama M.S., juga memberikan saran agar produktivitas penelitian mahasiswa di Prodi Sastra Bali dapat terus ditingkatkan.

 

Tidak jauh berbeda dengan seniornya, Putu Eka Guna Yasa sebagai pengampu mata kuliah seminar linguistik sekaligus inisiator seminar ini berharap dengan adanya seminar linguistik, atmosfer akademis di Prodi Sastra Bali dapat semakin baik di kalangan mahasiswa (Putu Eka Guna Yasa).