Seminar Nasional Bahasa dan Budaya dalam Era Kebiasaan Baru FIB Unud Berlangsung Semarak

  Dekan FIB Unud Dr. Made Sri Satyawati,S.S., M.Hum (kanan) dan Ketua Panitia HUT FIB Dra. AA Rai Wahyuni,M.Si.  saat pembukaan acara seminar.


Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana menyelenggarakan Seminar dalam Jaringan (Sedaring) Nasional dengan tema “Eksistensi Bahasa dan Budaya dalam Era Kebiasaan Baru”. Seminar ini dilaksanakan dalam rangkaian HUT ke-62 dan BK ke-39 FIB Unud itu berlangsung semarak, Kamis, 24 September 2020.

 

Kesemarakan seminar ditandai karena penyajian materi disampaikan tiga pembicara yang ahli di bidangnya. Ketiga pembicara itu adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Azizi, M.A., Ph.D., dengan topik “Eksistensi Bahasa dalam Era Adaptasi Kebiasaan Baru”; Dekan FIB Universitas Andalas Padang, Dr. Hasanuddin, M.Si., dengan topik “Eksistensi Bahasa dan Budaya dalam Era Kebiasaan Baru”; dan Sejarawan FIB Unud Prof. Dr. Drs. A.A. Bagus Wirawan SU (Universitas Udayana) dengan topik “Eksistensi Semangat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Pada Era Kebiasaan Baru”.



 

Kreativitas Akademik


Acara seminar dibuka oleh Rektor Unud, Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, SpS (K). dalam sambutannya, Rektor Prof. Sudewi menyambut baik pelaksanaan seminar dalam rangka Dies Natalis Unud ke-58.

 

Seminar ini adalah salah satu bentuk kreativitas akademik dalam konteks berbagai keterbatasan terjadi akibat pandemi covid-19. Dampak dari pandemi ini luar biasa, tidak saja pada kesehatan, tetapi juga pada bidang seni-budaya, seperti pementasan kesenian yang kesuksesannya ditandai dengan keramaian tidak bisa dilakukan. Begitu juga dengan pentas seni sastra dan drama, tidak bisa dilakukan secara terbuka seperti biasa.

 

“Meskipun demikian, saya melihat adanya kreativitas untuk melakukan kegiatan seni budaya secara virtual, daring. Begitu juga dengan kegiatan akademi, seperti seminar sekarang ini,” ujar Rektor Prof. Raka Sudewi.

 

Dalam kata sambutannya, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. menyampaikan terima kasih kepada para pembicara yang dengan positif menyambut undangan dalam waktu singkat. Dekan menyampaikan terima kasih kepada panitia pelaksana dan para dosen yang ikut menyajikan makalah dalam seminar.

 

“Forum seminar dalam rangka HUT FIB ini dapat menjadi ajang untuk kita bersama berbagi ilmu pengetahuan,” ujar Dekan FIB Unud.

 

Dekan menambahkan bahwa forum seminar dan khususnya pemaparan dari pemakalah undangan dapat memberikan peserta wawasan baru untuk meningkatkan pelaksanan tri darma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

 

Dari Bali dan Luar Bali

 

Sebelumnya, ketua Panitia HUT FIB, Dra. Anak Agung Rai Wahyuni, M.Si.  menyampaikan terima kasih kepada tim panitia dan pimpinan Dekanat FIB serta Rektor atas dukungannya dalam pelaksanaan acara semianr ini. Berkat dukungan semua pihak, seminar diikuti peserta dari berbagai daerah di Bali dan luar Bali.

 

Ketua Panitia Dra. Anak Agung Rai Wahyuni, M.Si. melaporkan bahwa pemakalah pendamping pada seminar kali ini terdiri dari 30 judul makalah, dan diikuti oleh lebih 100 orang peserta yang terdiri dari civitas akademika FIB Unud, dosen dan peneliti dari universitas lain di Bali seperti Universitas Warmadewa, Universitas Mahadewa (sebelumnya IKIP PGRI Bali), dan ISI Denpasar. Ada juga peserta dari universitas datau peneliti dari luar Bali seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat.

 


Presentasi pemakalah utama dipandu oleh Dr. Maria Matildis Banda,M.S.

 

Adaptasi Kebiasaan Baru

 

Pemakalah utama yang tampil pertama adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof. E. Aminudin Aziz. Dalam paparannya, Prof. Aminudin menyampaikan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengubah yang biasa menjadi tidak biasa dan yang tidak biasa menjadi biasa. “Maka akhirnya muncul kebiasaan baru,” ujar mantan Atase Kebudayaan Kedubes Indonesia di Inggris.



Prof. E. Aminudin Aziz.

 

Menurut Prof. E. Aminudin Aziz, dampak wabah Covid-19 terhadap eksistensi bahasa yaitu, kemunculan ragam komunikasi baru yang fully-mediated oleh gawai (computer, telepon cerdas) atau media elektronik lainnya. Kemunculan beragam aktivitas baru yang berbasis internet (daring/virtual) seperti webinar, pelatihan, lokakarya, silaturahim, pengajian, atau bahkan pacaran virtual dan kemunculan istilah-istilah baru.


Industrialisasi/rekayasa bahasa oleh Badan bahasa di antaranya, physical distancing = pembatasan fisik, lockdown = karantina wilayah, face shield = pelindung muka, dan droplet = percikan.

 

Perlu Diatur, bukan Dibiarkan

 

Dr. Hasanuddin yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas juga menyampaikan pandemi Covid-19 melahirkan gagasan “Kebiasaan Baru” dalam domain: relasi diri, yaitu budaya bersih, mandi dan cuci tangan rutin.



 Dr. Hasanuddin.


Relasi sosial di antaranya jaga jarak, menghindari keramaian, memakai masker. Relasi spiritual yaitu dibatasinya ibadah berjamaah, penutupan rumah ibadah dan lain sebagainya.

 

Dr. Hasanuddin juga menegaskan tatanan kehidupan adaptif dalam kebiasaan baru niscaya tidak terlepas dari konstruksi idealitas, bahwa struktur sosial dan perilaku mesti diatur dengan sebuah tatanan yang ideal dan operasional, bukan dibiarkan begitu saja sesuai dinamika dialektika alamiah alam.

 

Persatuan Nasional, Solidaritas Global

 

Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, SU dari Universitas Udayana mengatakan eksistensi semangat proklamasi dalam era kebiasaan baru merupakan komitmen terhadap persatuan nasional dan solidaritas global.



Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, SU

 

Menurut Prof. Wirawan kesatuan semangat harus terbentuk dalam kebangkitan melawan pandemi Covid-19 serta memanfaatkan peluang krisis sebesar-besarnya untuk mewujudkan cita-cita Indonesia maju.


Momentum perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 merupakan energi raksasa transformasi fundamental di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  


Tanya Jawab


Tanya jawab sesudah presentasi berlangsung menarik, dengan disampaikannya pertanyaan untuk ketiga pembicara. Pembicara juga menanggapi dengan penuh semangat. Tiga penanya yang langsung menyampaikan pertanyaannya adalah Dr. Ida Bagus Pujaastawa,M.A., Prof. I Nyoman Darma Putra, dan Prof. I Made Suastra,Ph.D.

 

Pada babak kedua, seminar diisi dengan penyajian dan diskusi yang dibagi ke dalam lima kelompok, membahas 30 makalah. Sebagian besar makalah yang disampaikan adalah hasil penelitian para dosen (dm).