Warga Belanda Menamatkan Studi Doktor di Prodi Kajian Budaya FIB Unud

Dr. Rodney Westerlaken.


Mahasiswa warga negara Belanda menamatkan studi doktor di Prodi S-3 Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana, dalam ujian terbuka (promosi doktor) yang dipimpin langsung Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., Rabu, 6 Mei 2020.


Rodney Westerlaken, MA, Bed., kelahiran Netherland tahun 1982, berhasil mempertahankan disertasi berjudul “The Modification of Perception Related to Submitting Children to Child Welfare Institutions in Denpasar City” (Modifikasi Persepsi Terkait Menyerahkan Anak-Anak ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Kota Denpasar).


Image dari ujian promosi doktor secara daring.


Ujian diselenggarakan secara daring dengan aplikasi webex Unud, dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube yang bisa disimak di link ini https://www.youtube.com/watch?v=ruQyAYiFHAQ


Rodney yang sejak 2018 bekerja di Volkenkunde Museum (Leiden) dan Tropen Museum (Amsterdam) dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Dia adalah lulusan doktor ke-83 di FIB Unud, dan doktor ke-224 di Prodi Doktor Kajian Budaya.



Pimpinan sidang menggelar ujian dari kampus.


 

Rodney adalah mahasiswa luar negeri kedua yang meraih gelar doktor di Prodi Kajian Budaya. Sebelumnya, Dr. Diane Carol Butler dari Amerika juga menyelesaikan pendidikan doktor di Prodi S-3 Kajian Budaya Unud tahun 2011.


 

Ujian terbuka/ promosi doktor yang dipimpin Dekan FIB Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (Promotor), Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. (Kropromotor 1), Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Kopromotor 2), dengan anggota Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr. I Made Suastika. S.U.,  Dr. Industri Ginting Suka, M.S., Dr. I Nyoman Wardi, M.Hum.,  Dr. I Gusti Agung Alit Suryawati, M.Si.


 

Mengirim Anak ke Panti Asuhan


Dalam presentasinya yang disampaikan dalam bahasa Inggris, Rodney mengkaji persepsi sosial budaya yang dimodifikasi untuk mengirimkan anak-anak ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau panti asuhan di kota Denpasar, terutama dalam konteks penurunan ekonomi yang terjadi akibat serangan terorisme pada tahun 2002 dan 2005.




Rodney menyampaikan bahwa dalam penelitiannya ini dia meneliti 50 anak di panti asuhan dan 16 orang tua yang memiliki anak di pantai asuhan. Dari sampel ini, 76 %, anak-anak yang diteliti masih memiliki kedua orang tua hidup dan 16 persen anak-anak lainnya memiliki satu orang tua hidup dan dikenal.


“Delapan persen anak-anak tidak memiliki orang tua yang masih hidup atau orang tua tidak diketahui,” ujar Rodney yang pernah menjadi dosen di Stenden University Bali (sekarang Triatma Mulya Stenden).




Di akhir presentasinya, Rodney menyampaikan beberapa simpulan, antara lain bahwa anak-anak di kota Denpasar sebagian besar diserahkan kepada lembaga kesejahteraan sosial atau panti asuhan demi pendidikan.


Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di kota Denpasar terutama menggunakan pendidikan sebagai faktor untuk menerima anak-anak, atau bahkan merekrut anak-anak, meskipun ini dilarang oleh Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 30 / HUK / 2011.140


Dia juga menyampaikan bahwa Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak sering merekrut anak-anak dan dana atas nama panti asuhan, sedangkan dalam perspektif Barat panti asuhan adalah sesuatu yang lain dari perspektif Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Indonesia.


Rodney juga menyampaikan bahwa setelah pemboman Bali pada 2005 dan akibat ekonomi yang ditimbulkan menjadi salah satu alasan bagi sejumlah orang tua  menyerahkan anak-anak ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Keputusan itu telah menjadi solusi mekanisme yang masih memiliki efek budaya hingga saat ini.


“Dengan menyerahkan anak-anak ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak ikatan kekerabatan ikut berubah,” kata Rodney.


Dalam tanya jawab, Rodney menyampaikan bahwa alasan orang tua menitipkan anaknya ke panti asuhan tidak selamanya ekonomi, tetapi juga pertimbangan lain seperti alasan pendidikan dan personal.




“Ada orang tua yang dalam kehidupan sehari-hari baik, memiliki mobil, tetapi tetap juga mengirim anaknya ke panti asuhan,” tambah Rodney.

 

Lebih Banyak Kontrol


Prof. Ardika selaku promotor memuji kajian Rodney sebagai sesuatu yang menarik dan memberikan ruang belajar yang banyak untuk kehidupan sosial di Bali.


Anak-anak panti asuhan yang ditampilkan untuk memohon bantuan.


Selaku Promotor, Prof. Ardika meyampaikan bahwa makin lama panti asuhan di Bali semakin banyak menerima anak titipan, namun pada saat yang sama makin banyak juga terjadi abuse (‘disalahgunakan’) terhadap anak-anak panti asuhan.


“Ini berarti, kontrol terhadap lembaga sosial seperti itu harus ditingkatkan,” ujar Prof. Ardika (dm).